Kabar tak sedap kembali datang dari KPK. Saat ini berhembus informasi adanya pimpinan KPK yang melakukan pertemuan dengan tahanan.
Tak tanggung-tanggung, pertemuan itu terjadi di markas KPK sendiri, tepatnya di lantai 15 gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Pertemuan itu diduga terjadi pada akhir Juli 2023.
Suara kritik kepada lembaga antirasuah tersebut kembali mencuat. Kritik datang dari para mantan penyidik yang pernah lama berkarir di KPK.
Eks Penyidik Singgung Ketegasan Dewas KPK
Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo menilai kasus itu mudah untuk dibongkar. Yudi mengatakan secara aturan pergerakan tahanan di KPK sudah sangat terbatas. Dia menyebutkan harus ada bon tahanan yang memuat keperluan tahanan keluar dari penjara.
“Ketika tahanan dibawa keluar dari ruang tahanan itu harus di-bon melalui surat bon tahanan yang ditujukan kepada Karutan. Di mana tersangka ditahan yang ditandatangani penyidik di mana di situ memuat keterangan untuk apa tahanan tersebut dibawa keluar,” kata Yudi saat dihubungi, Selasa (12/9).
Yudi mengatakan peran Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga sentral dalam kasus ini. Dia mengatakan Dewas harus bersikap proaktif.
Langkah tercepat yang harus dilakukan Dewas dalam membongkar isu pertemuan itu ialah lewat pemeriksaan CCTV. Dewas KPK, menurut Yudi, harus segera memeriksa CCTV yang berada di lantai 15 gedung Merah Putih KPK.
“Dewas harus proaktif. Untuk mencari kebenaran berita itu, mudah saja, tinggal cek CCTV,” katanya.
Yudi menambahkan, Dewas KPK juga harus memeriksa pegawai rutan hingga pimpinan KPK untuk membuat terang kabar tersebut.
“Periksa pegawai rutan, penyidik, pimpinan KPK atau pegawai lain yang dianggap tahu terkait isu itu ada atau tidak peristiwanya. Termasuk tahanan yang diduga ke lantai 15 juga dikonfirmasi,” katanya.
Ketua IM57+ Institute Kecam Pertemuan Pimpinan KPK dengan Tahanan
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, buka suara soal informasi adanya pertemuan pimpinan KPK dengan tahanan di lantai 15 gedung Merah Putih KPK. Dia menilai kabar tersebut makin merusak KPK sebagai lembaga yang independen.
Praswad mengatakan nilai penting dari KPK sebagai lembaga antikorupsi terkait indepedensi dan terbebas dari kepentingan apapun. Aturan dalam UU KPK pun mengatur sikap pimpinan KPK yang dilarang keras bertemu dengan tersangka.
“Salah satu nilai dari KPK adalah indepedensi dan bebasnya dari konflik kepentingan. Hal tersebut merupakan design fundamental dari KPK yang tercermin pada ketentuan dalam Pasal 36 UU KPK, bahwa Pimpinan KPK dengan alasan apapun dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi,” kata Praswad dalam keterangan kepada wartawan, Rabu (13/9/2023).
Praswad juga menyoroti kapasitas pimpinan KPK jika kabar pertemuan dengan tahanan di lantai 15 itu terbukti. Pimpinan KPK, kata Praswad, bukan seoran penyelidik atau penuntut umum yang memiliki kewenangan dalam menangani kasus.
“Kalaupun alasannya adalah tugas jabatan dalam rangka proses penegakan hukum, perlu diingat bahwa pimpinan KPK saat ini bukanlah penyelidik, penyidik maupun penuntut umum lagi seiring dengan revisi UU 19 tahun 2019 (UU KPK yang baru). Artinya mereka bukanlah pihak yang mempunyai kewenangan melakukan penanganan kasus dan pencarian alat bukti secara langsung,” katanya.
“Bahkan penyidik KPK sendiri ketika berhadapan dengan saksi dan tersangka pada sprindik berbeda yang bukan sprindik satgasnya, maka penyidik tersebut tidak memiliki wewenang apapun untuk memeriksa saksi dan tersangka pada perkara selain perkara yang di tangani oleh satgas penyidikannya. Seluruh pegawai KPK dilarang bertemu dengan alasan apapun dengan pihak yang berperkara,” sambung Praswad.
Mantan penyidik KPK ini juga mengatakan pengulangan sejumlah pelanggaran yang melibatkan pimpinan KPK saat ini merupakan imbas lemahnya pengawasan dan pemberian sanski yang dijalankan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dia juga menduga konflik kepentingan di tubuh KPK saat ini sudah semakin akut.
“Kalau peristiwa ini benar terjadi di lantai 15 KPK, maka semakin menguatkan fakta bahwa konflik kepentingan telah berulang kali terjadi di KPK, dan sampai saat ini tidak ada mekanisme sanksi yang tegas untuk bisa menciptakan efek jera bagi para pelaku. Berbagai sidang etik tidak memberikan perubahan apapun. Artinya sistem penjagaan etik di KPK tidak bekerja,” tutur Praswad.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya: