Jakarta –
Anggota DPRD DKI Jakarta dari F-PDIP Wa Ode Herlina dicurhati pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang sepi pembeli imbas merebaknya aktivitas perdagangan di social commerce seperti TikTok Shop. Wa Ode mendorong agar Pemprov DKI Jakarta memiliki kebijakan yang dapat ‘memagari’ social commerce demi melindungi UMKM lokal.
Hal tersebut disampaikan Wa Ode dalam rapat pembahasan APBD Perubahan 2023 bersama Komisi B DPRD dan Pemprov DKI Jakarta di Bogor, Jawa Barat. Wa Ode awalnya mengaku mendengar curahan hati pedagang pasar saat tengah membeli hijab. Mereka, kata dia, mengaku kehilangan pembeli yang berbelanja langsung di pasar.
“Bu Asisten, ini soal TikTok Shop. Saya kalau beli kerudung merah, saya ke Tanah Abang. Sering ngobrol sama teman-teman di sana dan mereka sekarang bilang sepi yang datang untuk belanja langsung,” kata Wa Ode di Grand Cempaka Resort, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023).
Atas hal ini, Sekretaris Komisi B DPRD DKI itu mendorong agar pemerintah daerah menerbitkan regulasi yang berpihak terhadap pedagang UMKM. Selain social commerce, kata dia, nasib UMKM juga terancam oleh maraknya barang impor bekas (trifting).
“Kalau bisa ini betul-betul ada pagarnya lah kebijakan kita. Kita harus melindungi UMKM lokal gimana caranya supaya mereka eksis. Mungkin Bu Sri pasti lebih tahu lah ya. Itu mereka bilang ‘bunda sekarang susah banget lho sejak ada TikTok Shop’ barang-barang impor yang bekas juga luar biasa. Tolong ada pagarnya betul,” tegasnya.
Pemprov DKI Jakarta merespons aduan tersebut. Asisten Perekonomian dan Keuangan Setda DKI Jakarta, Sri Haryanti, menyampaikan saat ini regulasi tersebut masih dibahas di tingkat pusat.
“Terkait TikTok shop bapak ibu, jadi sekarang di pemerintah pusat, dalam hal ini Pak Menteri Teten seharusnya jual beli dan medsos tidak bersamaan. Saat ini sedang dilakukan pembahasan di pemerintah pusat,” kata Sri dalam rapat tersebut.
Sri menilai keberadaan barang impor dengan harga miring berpotensi mengancam sektor UMKM. Karena itu, Sri mendorong adanya percepatan digitalisasi.
“Karena banyak produk impor yang harganya sangat-sangat rendah sehingga UMKM tidak berkembang saat ini yang dilakukan bagaimana proses digitalisasinya bisa dicapture sehingga bisa ada aturan yang membatasi dan lain-lain,” ucapnya.
“Kita dari pemda tentu akan mengikuti hasil keputusan kementerian. Kami biasanya diundang dalam pembahasan pembahasan,” sambungnya.
(taa/fas)