Jaksa Agung ST Burhanuddin meraih penghargaan detikcom Awards 2023 kategori Tokoh Restorative Justice. Burhanuddin menjadikan restorative justice sebagai program utamannya dalam mengedepankan keadilan bagi masyarakat.
Penghargaan detikcom Awards 2023 digelkar di Westin hotel, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023). Burhanuddin hadir langsung di lokasi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjadikan restorative justice sebagai program utamanya. Program ini untuk mencegah perkara kecil sampai diproses hingga pengadilan. Kurun 2020-2022, Kejaksaan telah menyetop 2.103 perkara lebih lewat restorasi justice sehingga menghadirkan keadilan untuk semua.
Secara umum terdapat 5 prinsip keadilan restoratif. Pertama, prinsip yang menekankan terhadap bahaya dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindak pidana, baik kepada korban, masyarakat, dan kepada pelakunya. Kedua, prinsip yang menekankan kepada perlindungan dari tindakan yang terjadi, seperti terhadap keluarga pelaku, dan masyarakat sekitarnya.
Ketiga, prinsip yang menekankan kepada proses kolaboratif yang inklusif. Keempat, prinsip pelibatan para pihak tertentu dalam kasus-kasus tertentu, seperti pelaku, korban, keluarga, dan komunitas masyarakat yang dianggap secara sah dapat terlibat di dalamnya. Kelima, yaitu prinsip memperbaiki kesalahan.
Untuk mengawal program ini, ST Burhanuddin setidaknya membuat sejumlah kebijakan. Pertama, peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ketentuan ini sebagai bentuk diskresi penuntutan dan diharapkan dapat digunakan Jaksa untuk melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai.
Kedua, Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Pedoman ini sebagai panduan bagi Jaksa dalam menangani perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak, sekaligus mengoptimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum terlebih lagi sebagai korban tindak pidana.
Pedoman ini juga merupakan terobosan Kejaksaan dalam menjawab persoalan hukum, atas teknis pelaksanaan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada seperti: hambatan prosedur pembuktian kasus, kerancuan dalam menentukan posisi korban dan pelaku, hambatan koordinasi dengan pihak lain terkait dan hambatan SDM Jaksa atau Penuntut Umum yang belum memiliki perspektif gender dan anak.
Ketiga, terakhir, pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Dalam hal pemberantasan korupsi, Burhanuddin juga mengusung paradigma baru. Yaitu penindakan dalam kasus korupsi tidak hanya bertujuan memidanakan koruptor, namun juga harus berhasil mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan. Aset-aset yang diperoleh dari korupsi juga harus dikejar. Memasukkan koruptor ke penjara saja tidak cukup untuk menghilangkan korupsi di negeri ini.
Di era kepemimpinan Burhanuddin sendiri, Kejagung menangani kasus-kasus korupsi yang menyita perhatian publik. Salah satunya adalah megaskandal Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp 16 triliun dan aset yang disita sebesar Rp 18,4 triliun. Selain itu korupsi izin perkebunan sawit dengan tersangka taipan Surya Darmadi dengan nilai Rp 78 triliun. Aset-aset Surya Darmadi disita oleh Kejagung. Belakangan, Kejagung menyidik kasus pembangunan menara BTS yang merugikan negara Rp 8 triliun dan mendudukan eks Menkominfo menjadi terdakwa.
Kejagung pun mencatatkan kenaikan kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari penindakan korupsi sejak 2020 hingga kini. Pada 2020, Kejagung menyelamatkan uang negara sebesar Rp 19,25 triliun dari ribuan kasus korupsi yang ditangani. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 21,2 triliun pada 2021, baik itu berupa uang, tanah, dan bangunan. Sementara pada 2022, Kejagung berhasil menyelamatkan kerugian negara sebesar Rp 37 triliun.