Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tidak melanggar kode etik dan kode perilaku dalam kasus chat dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Dewas KPK menilai tidak ada cukup bukti terkait dugaan pelanggaran karena chat Tanak ke Idris sudah dihapus.
Sidang putusan Johanis Tanak digelar di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis (21/9/2023). Duduk sebagai majelis etik anggota Dewas KPK Harjono, anggota Dewas KPK Albertino Ho, dan anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.
Dewas KPK mengatakan chat Tanak ke Idris tidak jelas karena pesan tersebut sudah dihapus dan isinya juga tak terungkap dalam proses persidangan etik.
“Pesan terperiksa tidak jelas, karena dua pesan yang dikirim terperiksa telah dihapus (deleted) sendiri oleh yang bersangkutan. Sedangkan isi pesan tidak terungkap dalam persidangan,” kata Anggota Dewas Syamsuddin Haris.
Dalam pertimbangannya, Dewas KPK juga menilai tidak ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Tanak. Dewas KPK mengacu pada status Idris Froyoto Sihite yang bukan merupakan tersangka atau terdakwa di KPK. Dewas KPK mengatakan tidak ada keuntungan yang didapat Idris dari riwayat percakapan yang pernah dilakukannya dengan Tanak.
“Majelis tidak menemukan cukup bukti bahwa terperiksa telah menyalahgunakan kewenangan dan pengaruhnya. Penyalahgunaan kewenangan atau pengaruhnya dapat menyebabkan suatu keputusan tidak obyektif yang tujuannya untuk menguntungkan kepada seseorang tertentu,” ujar Syamsuddin.
“Dalam kasus a quo saudara Sihete bukan menjadi terdakwa sehingga tidak ada kepentingan sama sekali dari terperiksa untuk menggunakan kewenangan dan pengaruhnya supaya menguntungkan saudara Sihite, maupun pihak lain,” sambungnya.
Selain tidak menemukan isi chat Tanak dengan Sihite, Dewas KPK juga mengatakan tidak adanya bukti sosok perantara dalam hubungan Tanak dan Sihite membuat Tanak tidak bisa dinyatakan melakukan pelanggaran. Syamsuddin mengatakan isi chat yang kemudian dihapus itu tidak bisa dijadikan bukti adanya komunikasi yang intens melibatkan Johanis Tanak dan Idris Sihite.
“Tidak ada bukti adanya orang yang bertindak sebagai perantara antara terperiksa dengan saudara Sihite dan status saudara Sihite bukanlah tersangka, terdakwa, atau terpidana. Hubungan antara berduanya hanya karena adanya kontak yang dikirim terperiksa ke saudara Sihite,” jelas Syamsuddin.
“Sesuai dengan pendapat sebelumnya bahwa kontak, yaitu Wa yang dikirim oleh terperiksa, tidak otomatis berarti adanya komunikasi. Maka dugaan pelanggaran pasal 4 ayat (2) huruf a tidak terpenuhi,” sambung Syamsuddin.
Meski demikian, terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari Anggota Dewas KPK Albertina Ho. Albertina menilai Johanis Tanak melanggar kode etik dan kode perilaku terkait chat dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Shihite.
Albertina menyebut Tanak terbukti berkomunikasi dengan Idris pada 27 Maret 2023. Dia mengatakan Idris tetap membalas pesan yang dikirimkan oleh Tanak meski pesan itu telah dihapus.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.