Untuk kesekian kalinya Dewan Pengawas (Dewas) KPK menerima kritik dari berbagai pihak karena putusan etiknya yang dinilai tak sesuai ekspektasi. Terakhir, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dinyatakan tak bersalah di kasus chat.
Kasus chat itu bermula dari viralnya riwayat percakapan yang dilakukan Johanis dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite. Percakapan itu diduga terjadi saat ada proses penyelidikan perkara dugaan korupsi di ESDM.
Potongan percakapan via aplikasi perpesanan antara Johanis Tanak dan Muhammad Idris Froyoto Sihite, yang berisi ‘bisalah kita cari duit’, itu juga sempat viral di media sosial. Johanis Tanak bersumpah percakapan itu terjadi sebelum adanya perintah penyelidikan.
Dewas KPK menggelar sidang putusan etik kasus chat Tanak pada Kamis (21/19/2023). Dewas KPK memutuskan Tanak tak terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik.
“Mengadili menyatakan Terperiksa Saudara Dr Yohanes Tanak S.H, M.Hum., tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b PerDewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata majelis sidang etik, Harjono.
Dewan Pengawas (Dewas) telah memutuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak tidak melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku dalam kasus chat dengan pejabat Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto. Putusan itu dinilai membuat kepercayaan publik ke KPK makin turun.
Eks Penyidik: Sulit Percaya KPK
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, mengatakan putusan Dewas kepada Tanak kental dengan konflik kepentingan. Pertimbangan dari Dewas, kata Praswad, dalam membebaskan Tanak terlihat lemah.
“Publik mempertanyakan pertimbangan yang dilakukan oleh Dewas KPK. Alasan telah dihapus sebelum dibaca sehingga menyadari konflik kepentingan membuat publik menduga bagaimana lunaknya sikap Dewas pada putusan ini,” kata Praswad kepada wartawan, Jumat (22/9).
Mantan penyidik KPK ini juga menyoroti alasan Dewas yang menyebut chat dengan Idris Sihite tersebut terjadi sebelum Tanak menjabat pimpinan KPK dan Idris bukan merupakan tersangka KPK. Praswad menilai pertimbangan itu menjadi alarm buruk bagi independensi KPK.
“Apabila digunakan logika tersebut maka berpotensi setiap insan KPK berhak melakukan komunikasi dengan berbagai pejabat publik selama belum menjadi tersangka. Padahal indepedensi KPK dijaga melalui pembangun jarak atas komunikasi pribadi kepada pihak-pihak dan orang yang memiliki posisi strategis diluar KPK,” katanya.
“Menjadi persoalan ketika putusan tersebut dibenarkan karena akan berpotensi berdampak pada tingkah laku insan KPK ke depan. Melalui putusan tersebut maka ke depan standar etik tersebut dijadikan pedoman dalam berprilaku. Hasilnya potensi konflik kepentingan akan semakin menjamur dan hidup di KPK,” sambung Praswad.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..