Penerapan account based ticketing (ABT) untuk tiga moda transportasi umum DKI Jakarta, yaitu LRT-MRT-TransJakarta mengundang polemik. Sebab, penerapan tiket berbasis akun itu disebut-sebut untuk menaikkan tarif transportasi Ibu Kota.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan tujuan dari penerapan tiket berbasis akun supaya subsidi tiket yang digelontorkan di tiga mode transportasi publik milik DKI itu lebih tepat sasaran.
Sebab, saat ini tarif subsidi diterapkan untuk seluruh masyarakat yang menggunakan LRT, MRT dan TransJakarta, baik warga KTP DKI maupun non-KTP DKI. Nantinya, sistem ini akan memberikan gambaran pengguna LRT, MRT dan TransJakarta.
Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo (Belia/detikcom) Foto: Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo (Belia/detikcom)
|
Sekadar informasi, saat ini tarif TransJakarta yang diberlakukan sebesar Rp 3.500 untuk satu kali perjalanan berlaku sama untuk jarak jauh maupun jarak dekat (flat). Sama halnya dengan TransJakarta, LRT DKI juga menerapkan tarif flat sebesar Rp 5.000 untuk sekali perjalanan. Sementara tarif MRT Jakarta berkisar antara Rp 3.000-14.000 tergantung jarak tempuh.
“ABT tentu akan untuk 3 moda. Dari ABT ini kita akan mendapatkan profiling seluruh pengguna angkutan umum massal kita apakah TJ, MRT, dan LRT yang kemudian akan jadi perhitungan untuk efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pemberian PSO ke depannya,” kata Syafrin Liputo kepada di sela rapat pembahasan APBD-P 2023 di Grand Cempaka Resort, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9) lalu.
Sejauh ini, tahapan yang tengah dilakukan masih sebatas pengembangan teknologi dalam fitur tersebut. Ke depannya, teknologi tersebut bakal diupayakan untuk mengupayakan efisiensi PSO di 3 mode transportasi milik DKI itu.
“Dari sana kita bisa, pertama dengan data ini kita bisa mengestimasi kebutuhan first dan last mile si pelaku perjalanan yang nantinya disiapkan pemerintah. Selain tentu untuk efisiensi PSO,” jelasnya.
Lebih lanjut Syafrin membeberkan cara kerja fitur ABT melalui aplikasi JakLingko. Penumpang 3 mode transportasi hanya perlu men-scan barcode yang tertera dalam aplikasi JakLingko ke mesin gate atau mesin tap on bus (TOB) maupun tap on microbus (TOM).
Nantinya sistem akan mendeteksi perjalanan penumpang. Jika penumpang berpindah-pindah lebih dari satu mode transportasi, akan diberlakukan tarif integrasi transportasi maksimal Rp 10 ribu.
“Jika dari titik A, apakah dia hanya satu moda kemudian apakah dia dua moda, tiga moda. Jika dia lebih dari 1 moda maka dia akan mendapatkan otomatis prinsip tarif integrasi yang maksimum Rp 10 ribu. Tapi jika satu moda, kita bisa mengidentifikasi bahwa yang bersangkutan karena ini adalah profiling pengguna, dia masuk dalam tatanan Jakarta atau Bodetabek,” terangnya.
PKB Ragu ABT Diterapkan: Tujuannya untuk Naikkan Tarif
Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas mengaku ragu fitur Account Based Ticketing (ABT) bisa diterapkan untuk tiga moda transportasi Jakarta, yakni TransJakarta, LRT, dan MRT. Sebab, wacana itu sudah digulirkan sejak tahun lalu tapi tak kunjung direalisasikan.
“Ini wacana dari tahun lalu, saya tidak optimistis ini berjalan,” kata Hasbi kepada wartawan,Sabtu (23/9/2023).
Hasbi menyebut Pemprov DKI selalu membanggakan jumlah penumpang angkutan umum di Jakarta yang tembus 11 juta orang. Namun, kata dia, tak diketahui berapa sebenarnya jumlah pasti warga asli Jakarta yang memanfaatkan angkutan umum.
Di sisi lain, jumlah masyarakat yang berasal dari Bodetabek terus berdatangan ke Jakarta sehingga kemacetan pun tetap terjadi.
“Pak Syafrin (Kepala Dishub DKI) dengan bangga 11 juta penumpang kita. Ya, 11 juta itu lebih banyak warga Bekasi, Bogor, Depok. Bukan masyarakat Jakarta. Masyarakat Jakarta paling banyak cuma 50 persen. Ini kan penyebabnya, dari awal moda seperti itu kita bikin pun di Jakarta dan diterapkan tetap tak menghindari kemacetan,” jelasnya.
“Sekarang invetarisasi saja nggak bisa. Berapa warga DKI yang naik itu? Dan berapa warga daerah naik itu? Gimana mau beda tarif, orang sekarang saja belum jelas,” sambungnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PKB-PPP Hasbiallah Ilyas Foto: Dok. DPRD DKI
|
Anggota Komisi B itu menegaskan posisinya bukan kontra terhadap rencana penerapan fitur ABT yang memungkinkan adanya kenaikan tarif transportasi umum berdasarkan profiling pengguna. Hasbi menganggap ini sebagai satu cara bagi Pemprov DKI meningkatkan pendapatan daerah.
Di sisi lain, Hasbi menekankan, jika kebijakan tersebut memberatkan warga, ia akan menolak keras.
“Kita akan terima kalau tidak memberatkan masyarakat. Karena ini tujuannya kan untuk menaikkan tarif. Ketidakmampuan Pemprov mendapat pendapatan tinggi. Ini kalau tidak membebani rakyat ya. Kalau bebani rakyat, saya tolak,” tegasnya.
Hasbi juga mendorong adanya penambahan jumlah park and ride di wilayah Jakarta. Dengan begitu, banyak masyarakat melanjutkan perjalanan dengan transportasi umum sehingga kemacetan pun dapat diatasi.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.