Jakarta –
Saya mau tamasya berkeliling keliling kota
Hendak melihat-lihat keramaian yang ada
Saya panggilkan becak
Kereta tak berkuda
Becak becak tolong bawa saya
Lagu ciptaan Ibu Sud itu tentu masih banyak yang hafal di luar kepala meski wujud becak sendiri tidak semua orang tahu, apalagi di Jakarta. Tak heran sebab operasional becak sudah dilarang sejak tahun 1970 di Jakarta oleh gubernur saat itu Ali Sadikin. Setelahnya aturan tentang operasional becak pasang surut hingga saat ini benar-benar dilarang. Lalu di mana para penarik becak kini?
Di kota-kota sekitar Jakarta rupanya masih ada penarik becak yang bertahan meski tergerus moda transportasi lain seperti ojek online (ojol) hingga transportasi massal seperti KRL, MRT, hingga LRT. Salah satu sudut di Kota Depok tepatnya di ujung Jalan Talas, Beji, para penarik kereta tak berkuda itu bertahan dari gerusan zaman.
“Yang mau naik ojek ya silakan, naik becak silakan. Nyampur-nyampur sama becak sama ojek, nggak apa-apa,” ucap Wahyudi (66), salah satu penarik becak di ujung Jalan Talas saat ditemui beberapa waktu lalu.
Wahyudi tak sendiri. Berdua dengan Kalimi (56), Wahyudi menjual jasanya berpeluh keringat menarik becak. Penarik becak yang lain ke mana memangnya?
“Berempat tadinya,” kata Wahyudi.
“Yang lain pada ke mana?” tanya detikcom kemudian.
“Masing-masing sih ya pada ada yang pulang kampung. Ada yang kerja bangunan. Ada yang narik angkutan. Banyakan lari ke sopir. Ada yang nyopir truk,” ucap Wahyudi.
Lantas apa yang membuat Wahyudi bertahan?
“Abis kita kan ke mana lagi. Udah mentok kan. Mau kerja apa lagi? Bangunan kan angin-anginan. Kadang ada kadang nggak,” kata Wahyudi.
“Ya kepengin aja gitu daripada di rumah nganggur kan gitu,” timpal Kalimi.
Wahyudi sekampung dengan Kalimi, sama-sama dari Kabupaten Pemalang. Mereka sudah berpuluh-puluh tahun merantau ke Jakarta dan tersisihkan ke Depok sebagai penarik becak. Di tengah gempuran ojol, masihkah becak dibutuhkan?
Ida (58) salah satu yang setia dengan becak. Dia mengaku becak salah satu transportasi yang gampang ditemui di tempat tinggalnya, ditambah jarak lokasi yang ditempuhnya tak jauh sehingga lebih memilih becak dibanding ojol misalnya.
“Lebih mudah untuk nganter ibu saya karena cuma dekat, dari sini ke sana (sekitar 500 meter),” kata Ida.
“Kalau jauh pakai ojol,” imbuh Ida.
Namun selain mengantar orang, para penarik becak rupanya masih dibutuhkan bila ada yang menyewanya untuk mengangkut barang. Ruang yang lega di becak ternyata lebih berguna untuk mengangkut barang-barang yang cukup banyak.
“Barang ya juga sering kalau ke Pasar Kemiri, kan itu mah barang, apa itu. Jadi sayuranlah apa-apa kan gitu,” kata Kalimi.
“Tapi banyakan kosongnya. Ya kadang-kadang buat makan mah cukup alhamdulillah. Saya mensyukuri aja memang saya ada dapatnya gitu, gimana lagi,” imbuh Kalimi.
Hari kian sore. Matahari mulai bersembunyi. Wahyudi dan Kalimi bersiap mengayuh becak kembali ke kontrakan, beristirahat menyiapkan tubuh untuk hari-hari esok, entah sampai kapan.
(rdp/dhn)