Jakarta –
Kebakaran hutan dan lahan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. BNPB telah melakukan berbagai upaya salah satunya yakni kecepatan memberikan penanganan ketika api mulai muncul di suatu wilayah.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari awalnya bicara soal upaya pihaknya bersam pihak terkait dengan modifikasi cuaca. Abdul menyebut modifikasi cuaca bisa dilakukan jika terdapat awan konvektif di langit.
“Ketika ada eksposur awan hujan di situ upaya pengendalian kita lebih efisien, lebih mudah. Tapi ketika awan hujan yang selama ini mendukung upaya pengendalian karhutla ini hilang, ini memang kita menerima laporan kota Pekanbaru ditutup asap, kemudian Jambi, beberapa tempat juga ada peningkatan. Dan terutama tentu saja bagian agak ke Selatan Sumsel, Ogan Komering Ilir yang menjadi atensi kita juga cukup signifikan hotspot dan cakupan daerah ekskalasi kebakarannya,” kata Abdul di diskusi Disaster Briefing di YouTube BNPB, Senin (2/10/2023).
Selanjutnya, Abdul berbicara soal pentingnya pemda setempat dalam cepat merespons jika terdapat laporan terjadinya karhutla. Dia mengatakan jika telat merespons, tentu kebakaran itu sangat mudah meluas.
“Jadi benar-benar harus kita menyampaikan kepada pemda bahwa kita akan lihat nanti bahwa kondisi kering seperti ini juga mungkin akan menerus sampai minggu ini dari Senin sampai minggu depan, sehingga benar-benar kesiagaan dari satgas pengendalian karhutla di provinsi dan kabupaten kota itu sangat penting,” katanya.
“Karena kalau kita terlambat melalukan respons awal itu ekskalasi daerah terdampak sangat luas, kalah ekskalasi terdampat sangat luas ini kita melalukan water bombing seakan-akan sulit untuk memadamkan, karena ekskalasi penjalaran api sangat cepat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Abdul menegaskan bahwa modifikasi cuaca juga tergantung dengan awan konvektif. Jika tidak ada awan tersebut maka modifikasi cuaca tidak akan bekerja secara optimal.
“Salah satunya cara tentu mofidikasi cuaca. Tapi kembali lagi modifikasi cuaca kita bergantung pada ada atau tidak ada awan konvektifnya. Nah kalau kondisi seperti ini misalkan satu hari ada awan konvektif atau ada awan potensi hujannya. Tapi mungkin besok tidak ada artinya mungkin optimilasisasinya belum tercapai pada kondisi yang kita inginkan,” ujarnya.
“Jadi ini benar-benar fase satu atau dua minggu ke depan itu fase kesiapsiagaan harus dijaga supaya ketika ada laporan peningkatan hotspot yang sebetulnya ada di data satelit yang bisa kita pantau setiap hari itu respons awal kita harus sesegera mungkin mencegah ekskalasi itu,” sambungnya.
(azh/idn)