Jakarta –
Direktur Penstudi Reformasi untuk Demokrasi dan Antikorupsi (Presisi), Dr Demas Brian Wicaksono, menyatakan putusan gugatan usia capres menjadi pertaruhan muruah Mahkamah Konstitusi (MK). MK akan membacakan putusan itu pada Senin (16/10).
“Semua hal ini akan kita buktikan bersama-sama dengan keputusan yang diambil oleh MK pada tanggal 16 Oktober 2023. Apakah MK mempertahankan marwahnya sebagai Mahkamah Konstitusi sebagaimana Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 ataukah malah menjadi monarki konstitusi,” kata Dr Demas dalam keterangan persnya, Rabu (11/10/2023).
Demas menyebut, banyak kalangan pesimis MK dapat netral. Bahkan menilai jika MK akan mengabulkan permohonan batas usia minimal dan pernah berpengalaman menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah karena Ketua MK Anwar Usman juga adik ipar dari Presiden Joko Widodo.
“Secara normatif berdasarkan Pasal 24 ayat 1 Peraturan Mahkamah Konstitusi No 2 Tahun 2012 menyebutkan mekanisme pengambilan putusan berdasarkan musyawarah sembilan hakim. Namun dengan adanya relasi kuasa atas hubungan keluarga yang mulia Ketua MK banyak kalangan mencurigai pada pengambilan putusan 9 hakim MK akan terjadi tekanan politik yang kuat karena posisi relasi kuasa yang mulia Ketua hakim MK sekaligus adik ipar Presiden itu tentulah menjadi sangat berpengaruh,” kata Demas.
“Dan besar kemungkinan dapat menyandera independensi para hakim lainnya untuk berpendapat secara bebas,” sambung Demas tegas.
Dalam catatan detikcom, Rabu (11/10/2023), debat seru muncul selama persidangan. Keseruan bermula saat DPR dan pemerintah tidak memberikan pendapat apa pun atas gugatan itu dan malah menyerahkan ke MK untuk menilainya. Padahal biasanya DPR dan pemerintah akan selalu mempertahankan UU yang diuji.
“Berdasarkan Keterangan DPR RI tersebut di atas, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai konstitusionalitas pasal a quo Undang-Undang Pemilu terhadap UUD 1945,” kata anggota DPR Habiburokhman.
Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tito Karnavian juga senapas dengan DPR. Mereka sependapat bila masalah batas usia diputus oleh MK.
“Bahwa berdasarkan keterangan tersebut di atas, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk mempertimbangkan dan menilai konstitusionalitas pasal a quo Undang-Undang Pemilu terhadap Undang-Undang 1945,” ucap kuasa pemerintah, Togap Simangungsung.
Mendapati jawaban DPR-pemerintah, Wakil Ketua MK Saldi Isra kaget. Sebab, bila legislatif dan eksekutif sudah sama-sama setuju, mengapa tidak diubah saja UU-nya dan tidak perlu dibawa ke MK.
“Kalau dibaca implisit, keterangan DPR dan keterangan pemerintah, walaupun di ujungnya menyerahkan kepada kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Konstitusi, itu kan bahasanya bersayap kalau begitu. Dua-duanya kan mau ini diperbaiki. Kalau pemerintah dan DPR sudah setuju, mengapa tidak diubah saja undang-undangnya? Jadi tidak perlu melempar isu di Mahkamah Konstitusi untuk diselesaikan,” ucap Saldi.
“Kelihatannya, pemerintah juga setuju, kan sederhana ini untuk mengubahnya, dibawa ke DPR saja diubah undang-undang itu, pasal itu sendiri. Jadi, tidak perlu dengan tangan Mahkamah Konstitusi,” sambung Saldi menegaskan.
Di tengah persidangan, Gerindra menjadi pihak terkait dan mendukung agar kepala daerah bisa jadi capres/cawapres, meski belum berumur 40 tahun.
“Pengalaman sebagai penyelenggara negara seharusnya menjadi pengecualian persyaratan batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden, sepanjang memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara, walaupun usianya di bawah 40 tahun, sudah sepatutnya dipersamakan dengan usia minimal sebagaimana yang dipersyaratkan. Hal ini lebih bermanfaat bagi kepentingan luas yang mengakomodir aspirasi rakyat agar generasi muda dapat menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dalam setiap pemilihan umum,” kata kuasa hukum Gerindra, Raka Gani.
Simak juga ‘Gerindra Optimistis Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Dikabulkan MK’:
(asp/rdp)