Jakarta –
Kejagung menanggapi terkait gugatan praperadilan yang diajukan Mantan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas, dalam kasus korupsi pembangunan Jalan Tol MBZ. Kejagung menghormati gugatan praperadilan tersebut.
“Pada prinsipnya kami menghargai hak setiap warga negara. Karena praperadilan itu hak yang bersangkutan, ya kami harus menghargai dan kami harus menghadapi terhadap tindakan hukum yang sedang kami lakukan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi kepada wartawan di kantor Kejagung, Senin (16/10/2023).
Kuntadi mengatakan, pihaknya telah melakukan fungsi pengawasan yang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ia juga memastikan akan bertanggung jawab dengan seluruh peraturan yang berlaku.
“Kami pasti akan pertanggungjawaban juga bahwa tindakan hukum kami telah benar dan sesuai peraturan yg berlaku,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menuturkan, praperadilan itu merupakan hal yang biasa di lingkup penegakan hukum. Ia menambahkan, pihaknya tetap akan menghargai dan menghormati upaya hukun suatu proses peradilan.
“Itu praperadilan tuh hal yang biasa di kejaksaan agung. Gak usah khawatir. Bahkan yang praperadilan yang tidak kapasitasnya juga banyak di kita,” kata Ketut.
“Tapi itu hal yang biasa dan kami menghormati siapapun yg melakukan upaya hukum sebagai bagian dari penyempurnaan suatu proses peradilan. kami menghargai dan menghormati proses tersebut,” tambahnya.
Diketahui,Mantan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik UtamaSofiah Balfas, dalam kasus korupsi pembangunan (design and build) Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat danon/off ramppada Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Ketua tim kuasa hukum, Muhammad Ismak, menyebut ada beberapa poin mendasar yang membuat kliennya merasa keberatan ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya penetapan tersangka yang dinilai terlalu cepat.
“Bahwa penyelidikan terhadap proyek tersebut adalah melanggar Perpres (Peraturan Presiden) nomor 3 tahun 2016. Di mana dalam teks tersebut diatur bahwa jika ada pelanggaran hukum terhadap proyek tersebut maka diselesaikan secara internal oleh Kementerian atau lembaga terkait, tidak langsung di sidik oleh aparat penegak hukum, itu yang pertama,” kata Ismak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023).
“Yang kedua bahwa di dalam penyidikan ini sampai ditetapkannya tersangka itu belum ada perhitungan kerugian negara. Sedangkan putusan mahkamah konstitusi putusan MK mengharuskan bahwa ada dulu perhitungan kerugian negara baru ditetapkan tersangka, ini terlalu cepat,” lanjut Ismak.
(dek/eva)