Pandeglang –
Balai Taman Nasional (TN) Ujung Kulon menutup akses di bagian Semenanjung Ujung Kulon. Hal itu dilakukan untuk mencegah ancaman perburuan terhadap badak Jawa.
“Iya ini mengantisipasi perburuan juga, jadi jangan sampai semakin banyak open access itu semakin memudahkan orang untuk masuk,” kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono, Minggu (22/10/2023).
Ardi menjelaskan, wilayah Semenanjung yang memiliki luas sekitar 32 ribu hektare ini merupakan tempat habitat satwa endemik badak Jawa atau Rhinoceros sondaicus. Atas hal itu, perlu ada sterilisasi dari aktivitas manusia di wilayah tersebut agar habitatnya tetap terjaga.
Menurutnya, badak Jawa memiliki sifat sensitif sehingga gangguan yang ditimbulkan oleh manusia bisa membuat badak terganggu. Saat ini, menurut dia, badak Jawa telah bergeser ke wilayah dalam bagian Semenanjung untuk mencari tempat yang aman.
“Jadi itu udah terlalu banyak orang yang datang ke situ. Kita cek dari tahun 2020, badak yang ada di situ berkurang, berpindah dia (badak) menghindari manusia. Jadi dia udah bergeser ke tempat lain yang lebih aman,” ungkapnya.
Menurutnya, pergeseran badak Jawa bisa berdampak pada perebutan wilayah kekuasaan. Hal itu bisa memicu perkelahian antarbadak yang bisa mengakibatkan kematian.
“Nah, kalau terjadi pergeseran, maka yang terjadi itu rebutan ruang antara badak yang sudah ada, antara badak yang bergeser, salah satunya ada perkelahian antar badak, yang menimbulkan bisa jadi dia cedera, (dan) kematian,” terangnya.
Ia mengatakan penutupan itu akan diberlakukan pada 1 November nanti. Dalam setiap tahun, pihaknya akan terus melakukan evaluasi untuk mengukur apakah kebijakan tersebut efektif dalam upaya melestarikan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut.
“Penutupan ini satu tahun atau lebih, jadi kita tinjau kembali, kita pasang camera trap, apakah dia sudah kembali atau belum,” katanya.
Balai TNUK memiliki sembilan titik pengawasan. Ia mengatakan titik-titik tersebut akan dijaga ketat oleh petugas yang berjumlah 150 orang. Menurutnya, pihak dari TNI-Polri turut serta menjaga wilayah tersebut.
“Kita sudah ada penjagaan kayak di Rancapinang itu diperketat. Kita ada sembilan titik akan diperketat penjagaannya, dan itu sudah berlangsung bulan September,” katanya.
Jika nantinya ada yang kedapatan berada di dalam kawasan tanpa izin, menurutnya, bisa dikenai sanksi pidana penjara. Hal itu, menurutnya, tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).
“Dia masuk tanpa izin kita sanksi. Sanksinya bisa kita gunakan Undang-Undang Nomor 5, bisa juga Undang-Undang Nomor 18 tentang P3H, itu ada yang namanya menghalangi upaya pemerintah, ini hukumannya juga berat,” katanya.
(fca/fca)