Lebak –
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto memberikan sertifikat tanah ke warga di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak. Ia berharap sertifikat itu bisa digunakan dengan baik agar bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Setelah dapat sertifikat ini mau diapakan? Dimanfaatkan untuk tanam apa? Jadi untuk meningkatkan ekonomi keluarga,” kata Hadi di lokasi, Jumat (27/10/2023).
Hadi mengatakan pemberian sertifikat tanah itu berdasarkan program strategis nasional. Ia menyebut total ada 9 juta hektare tanah di Indonesia yang disertifikatkan dan diberikan kepada masyarakat.
“Pemerintah Indonesia memiliki program yang disebut adalah program strategis nasional untuk mensertifikasikan tanah, luas tanahnya 9 juta hektare,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak agar bisa memproses sertifikat tanah di wilayah tanah ulayat Baduy. Menurutnya, pemberian sertifikat tanah untuk masyarakat Baduy terkendala peraturan daerah (perda).
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto berharap sertifikat itu bisa digunakan dengan baik agar bisa meningkatkan ekonomi masyarakat (Aris Rivaldo/detikcom)
|
“Tanah ulayat (Baduy), karena pertama kali saya jadi menteri, yang saya tanyakan kepada Kakanwil agar tanah ulayat masyarakat hukum adat Baduy segera disertifikatkan, saya takut apabila tidak disertifikatkan bisa hilang, jawabnya apa? ‘Pak kita baru bisa mengeluarkan SK karena perda-nya mengatakan bahwa tanah itu tidak bisa disertifikatkan’,” katanya.
Ia menjelaskan sertifikat hak atas tanah adat di Indonesia tidak dikenai pajak. Menurutnya, ini adalah kesempatan bagi masyarakat Baduy agar bisa memiliki sertifikat tanah.
“Saya jelaskan, selama itu sertifikat tanah adat tidak ada pajak, tidak ada pajak. Selama sertifikat tanah adat itu diberikan secara komunal tidak akan bisa dijual. Jadi apa yang dikhawatirkan oleh masyarakat itu tidak terjadi, ini adalah kesempatan untuk masyarakat Baduy,” terangnya.
Kepala BPN Kabupaten Lebak Aan Rosmana mengatakan sertifikat tanah yang diberikan kepada masyarakat ini hasil dari konflik agraria hak guna usaha (HGU) PT Bantam. Ia menjelaskan 12 sertifikat tanah itu dimiliki oleh 192 orang.
“Sertifikat redistribusi dari konflik agraria di eks HGU PT Antam diserahkan hari ini 12 sertifikat atas nama 195 orang pemegang hak. Jadi dari 12 itu sifatnya komunal, sehingga tidak ada kepemilikan atas nama pribadi, tapi kepemimikannya semua atas nama kelompok, sehingga dari 195 orang itu terbagi ke dalam 12 sertifikat,” katanya.
Ia menjelaskan para warga tersebut nanti berhak untuk mengelola tanahnya secara pribadi. Ia mengatakan tanah yang diberikan itu memiliki luas 135,2 hektare.
“Secara de facto penguasa fisik di lapangan oleh masing-masing pemegang hak, sehingga secara luasan mereka sudah mengetahui luasan-nya masing-masing, tetap untuk legalitas itu atas nama kelompok, sehingga di lapangan itu luasannya variatif sesuai penguasaan masing-masing per orang. Sehingga nanti dari perluasan itu masyarakat menikmati hasil panennya,” pungkasnya.
(jbr/jbr)