Jakarta –
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menyoroti kualitas pendidikan di Tanah Air. Mereka pun menggelar Deklarasi Manifesto Pendidikan Nasional.
“Revisi paradigmatis harus dilakukan untuk memastikan sistem pendidikan nasional selaras dengan cita-cita kemerdekaan. Cita-cita itu sangat jelas, Indonesia menjadi bangsa yang cerdas sekaligus berkeadilan sosial, damai, dan merdeka. Sistem pendidikan nasional pun menjadi sarana untuk mencapainya. Paradigma pendidikan nasional harus dialihkan dari pendidikan kapitalistis menjadi pendidikan emansipatoris sebagaimana amanat pembukaan konstitusi,” kata Ketua Umum LMND Muhammat Asrul dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/10/2023).
Dia mengatakan deklarasi Manifesto Pendidikan Nasional diserukan di Balai Pustaka, Jakarta Timur (Jaktim), siang tadi. Dia menyebut demokrasi di Indonesia berbeda dengan di negara-negara barat dan komunis.
“Kami memandang demokrasi yang menjadi ciri utama negara tidak identik dengan demokrasi liberal, seperti dianut oleh negara-negara barat, yang hanya melindungi kebebasan sipil dan politik. Tidak pula demokrasi rakyat negeri-negeri berhaluan komunis seperti Tiongkok atau Kuba, yang memprioritaskan kesejahteraan umum, namun mengabaikan kebebasan sipil dan politik,” ucap Asrul.
“Demokrasi yang dianut negara Republik Indonesia adalah demokrasi politik sekaligus demokrasi ekonomi dan prinsip-prinsip seperti penghormatan pada kebebasan beragama, kemanusiaan, dan persatuan bangsa,” imbuh dia.
Dia menyebut pendidikan emansipatoris adalah pendidikan konstitusional yang mengabdi sepenuhnya sebagai aparatus negara, dan berfungsi dalam mencapai cita-cita kemerdekaan, dan sila-sila dalam Pancasila. Menurut Asrul, sebagian fungsi pendidikan konstitusional telah dijalankan dalam praktik pendidikan nasional dewasa ini, seperti keterlibatan pendidikan dalam usaha memajukan kesejahteraan umum melalui ketersambungan dengan pasar kerja.
“Namun langkah tersebut tereduksi ke dalam penciptaan kondisi yang timpang. Selain itu fungsi-fungsi fundamental lainnya, terutama keadilan sosial belum dilakukan. Karena itu, pendidikan emansipatoris adalah antithesis dari pendidikan kapitalistis. Pendidikan saat ini dalam cara yang tidak langsung memang hanya mengindoktrinasi peserta didik untuk loyal dan berorientasi pada pasar kerja ketimbang pada bangsa,” ucap Asrul.
Dia pun mendorong terwujudnya pendidikn emansipatoris agar lahir sosok-sosok yang dapat memimpin pergerakan dalam mewujudkan demokrasi dalam bidang politik dan ekonomi. Dia menyebut pendidikan emansipatoris bertujuan menghadirkan pandangan-pandangan kritis, kreatif, dan konstruktif terhadap berbagai permasalahan yang hadir dalam realitas sosial.
Tujuan berikutnya, jels Asrul, memastikan penguasaan secara utuh ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bakat dan minat dari peserta didik. Dan tujun selanjutnya, menyempurnakan pendidikan karakter yang saat ini telah dijalankan secara parsial dan tidak spesifik mengarah pada cita-cita kemerdekaan.
“Target dari penyelenggaraan pendidikan karakter adalah terkonstruksinya pemahaman diri peserta didik sebagai aktor perubahan sekaligus pemimpin-pemimpin pergerakan merealisasikan cita-cita kemerdekaan. Keempat, Pendidikan tinggi menjadi ruang kontestasi gagasan sekaligus perumusan jalan keluar bagi persoalan- persoalan rakyat sehingga memiliki keharusan mengambil bagian aktif dalam gerak negara mengatasi persoalan tersebut,” terang dia.
“Kelima, pendidikan menjadi bagian integral dari perjuangan membangun peradaban yang humanis, berkeadilan sosial, sejahtera, bervisi global dan berbasis perkembangan teknologi. Keenam, Membentuk masyarakat relijius yang inklusif dan menolak segala bentuk sektarianisme golongan,” pungkas dia.
Berikut rumusa program strategis terkait pendidikan emansipatoris menurut LMND:
1. Perombakan terhadap kurikulum yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana di atas;
2. Meluaskan otonomi pendidikan dalam batas fungsi, tujuan, dan prinsip pendidikan serta tetap dibiayai oleh negara. Artinya, otonomi berlaku pada bidang akademis dan keorganisasian;
3. Mendorong terbentuknya koperasi-koperasi semesta pada level pendidikan dasar, menengah dan tinggi dengan melibatkan seluruh elemen pendidikan dalam posisi yang setara. Tujuannya adalah mendukung kesejahteraan seluruh pihak dan menopang kemandirian satuan pendidikan;
4. Menjamin kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan melalui peningkatan anggaran;
5. Mencanangkan wajib belajar 16 tahun;
6. Peningkatan kesejahteraan mahasiswa melalui pembangunan asrama-asrama mahasiswa yang terintegrasi dengan lingkungan sosial sekitar dan berorientasi pemberdayaan masyarakat sekitar. Asrama mahasiswa ini terkait pula dengan pengembangan karakter;
7. Mendukung peningkatan kualitas pendidik melalui program pengembangan dan pelatihan;
8. Mengorganisasikan suatu dewan pendidikan yang mengartikulasikan tri pusat pendidikan (keluarga, satuan pendidikan, dan organisasi kepemudaan);
9. Link and match dengan badan-badan usaha milik negara melalui pembukaan program magang seluas-luasnya;
10. kuota beasiswa luar negeri sebsar 150.000 mahasiswa;
11. Membangun budaya dan sistem pendidikan yang resisten terhadap praktik kekerasan seksual, kekerasan mental (perundungan, perpeloncoan, dan sejenisnya), dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan jasmani dan rohani peserta
didik;
12. Memberantas segala bentuk praktik intoleransi dan diskriminasi berbasis golongan apapun.
(aud/fjp)