Jakarta –
Pernikahan melahirkan hak dan kewajiban bagi setiap pasangan. Salah satunya kewajiban suami memberi nafkah ke istri. Bagaimana bila si suami tidak memberikan nafkah?
Ternyata, selain bisa mengajukan gugatan perceraian, pihak istri juga bisa melaporkan si suami ke kepolisian dengan ancaman 3 tahun penjara. Hal itu merupakan intisari dari jawaban detik’s Advocate, Selasa (31/10/2023).
Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan pembaca:
Saya sudah 6 tahun menjalani rumah tangga dengan suami saya. Waktu sebelum menikah saya sudah bekerja di perusahaan swasta dan suami saya seorang PNS. Sebelum menikah sebelumnya kami sama sama gagal dalam berumah tangga dan saya sama-sama memiliki seorang anak.
Sejak awal menikah suami saya tidak pernah memberikan saya nafkah lahir (uang belanja), karena saya waktu itu bekerja dan pengadilan masih cukup untuk memenuhi kebutuhan kehidupan rumah tangga.
Sampai akhirnya anak dari pernikahan kami lahir dan ketika anak ber umur 3 bulan kami mengunakan jasa tetangga untuk mengasuh anak saya suami memberikan saya uang setengah dari kesepakatan gaji jasa pengasuh (Rp 700 ribu sebulan, dia memberikan saya Rp 350 ribu). Selebihnya tetap semua kebutuhan masih saya yang mencukupi.
Sampai akhirnya setelah anak berumur 5 tahun dan saya diminta mengudurkan kerja dengan alasan mengasuh anak sendiri. Tetapi saya sama sekali tetap saja tidak pernah diberi uang belanja kebutuhan.
Saya sempat dibikinkan kios untuk usaha dagang tetapi hasil usaha belum bisa mencukupi kebutuhan pokok. Sementara suami tidak mau tahu dan menuntut harusnya suami malah diberi uang dari hasil dagang karena merasa dia memberikan modal usaha.
Yang saya tanyakan apakah saya bisa menuntut hak saya yang tidak diberi nafkah suami? Dan juga bisa menuntut saya harus melakukan apa dan melapor ke mana ?
Terima kasih
Kris
Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik’s Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Halimah Humayrah Tuanaya, S.H., M.H. Berikut penjelasan lengkapnya:
Halo kak. Saya turut prihatin dengan masalah hukum yang kakak hadapi. Saya akan memberikan pendapat hukum secara singkat, dan berharap dapat membantu kakak dalam menyelesaikan masalahnya.
Menurut Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seorang suami wajib “memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga”
Berdasarkan aturan di atas, maka suami kakak diwajibkan memberikan nafkah. Jika tidak memberikan, maka bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri jika kaka Non-Muslim atau ke Pengadilan Agama jika kakak Muslim.
Lalu Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama mana? Kakak bisa mengajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya sama dengan tempat kakak berdomisili.
Harus dipahami, gugatan yang kaka ajukan bukan gugatan perceraian ya. Tetapi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum untuk menuntut nafkah dari suami. Secara singkat, jika pengadilan kemudian mengabulkan gugatan, maka suami kaka akan diwajibkan memberikan nafkah. Jika tidak memberikan nafkah juga, maka harta yang ada milik suami bisa dilelang.
Jika kakak berniat menggugat suami, tidak perlu khawatir, kakak akan dibantu oleh petugas Pos Bantuan Hukum di setiap pengadilan untuk menyusun gugatannya.
Selanjutnya, apa yang kakak alami juga bisa dikategorikan sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam bentuk penelataran. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga:
“Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut”
Suami kakak dapat diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Jika kakak berniat melaporkan secara pidana, maka kakak dapat melaporkan ke Polres yang wilayah hukumnya sama dengan tempat kakak berdomisili.
Secara singkat, jika kakak melaporkan ke polisi, maka kakak sebagai Pelapor akan dipanggil untuk dimintai keterangan/ diwawancara. Demikian juga suami. Jika memang menurut polisi cukup bukti, maka nantinya akan ada pelimpahan dari polisi ke kejaksaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
Semoga bermanfaat ya.
Peluk hangat untuk perempuan dan anak korban.
Salam,
Halimah Humayrah Tuanaya, S.H., M.H.
Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang; Managing Partner Kantor Hukum Pengacara Perempuan
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/asp)