Jakarta –
Kegiatan mengolah atau memeras pati dari batang pohon sagu secara tradisional atau nokok sagu di Papua ternyata semakin redup seiring perkembangan zaman. Kegiatan nokok sagu akhirnya sebatas untuk bahan dasar papeda, yang kebanyakan dikonsumsi untuk makan sehari-hari warga.
Bagi Ipda Made Ambo, yang sudah 31 tahun berdinas di Bumi Cenderawasih, dan telanjur jatuh hati pada Papua, tergerusnya budaya nokok sagu menjadi perhatiannya. Ipda Made Ambo diusulkan Polda Papua sebagai kandidat Hoegeng Corner karena dedikasinya pada masyarakat Papua.
“Selama ini kan sagu itu di Jayapura itu sudah jarang ada yang peduli. Hutan-hutan sagu juga banyak beralih fungsi. Kita mau membuat masyarakat Papua sadar, masih ada loh budaya sagu, makan sagu itu masih ada loh, jangan dilupakan. Ini kan salah satu ciri bahwa kita ini orang Papua,” kata Ipda Made Ambo kepada detikcom pada Selasa (31/10/2023).
Dia menuturkan, saat menjabat Kapolsek Depapre pada 2021, menokok sagu jadi kegiatan rutinnya bersama kaum mama. Ipda Made Ambo menuturkan, selain untuk melestarikan budaya makan sagu, menokok bersama juga menjadi caranya mendekati masyarakat.
“Supaya bisa komunikasi dengan pendekatan budayanya masyarakat,” ucap Ipda Made Ambo.
Kegiatan nokok sagu diteruskan Ipda Made saat dirinya menjabat Ps Kasat Binmas Polres Jayapura sejak 2022 saat ini. Bahkan Ipda Made mengajarkan nokok sagu kepada anggota-anggota kepolisian yang baru lulus pendidikan Sekolah Polisi Negara (SPN).
“Saya juga ajari bintara yang baru lulus SPN dan akan bertugas. Tidak hanya nokok sagu saja, adik-adik (polisi) kita juga dapat pelatihan life skills lainnya, seperti membuat pakan ternak babi dari batang pohon pisang, membuat pupuk organik dari daun kelor dan daun, obat hama dari rendaman kulit bawang dan tembakau yang bisa didapat dari sisa puntung rokok,” jelas Ipda Made Ambo.
“Saya menemukan ramuan untuk pertanian ya coba-coba sendiri, juga belajar di internet. Kalau itu saya coba berkali-kali berhasil, saya beritahu ke masyarakat. Karena pengalaman saya, masyarakat yang bertani atau berladang selalu keluhannya harga pupuk mahal, harga insektisida mahal,” sambung dia.
Ipda Made Ambo menyebut dirinya sengaja mengajarkan ilmu kemasyarakatan kepada anggota-anggota baru Polri yang berdinas di Papua. Menurutnya, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) akan berkurang secara otomatis bila polisi selalu bersama masyarakat.
“Saya ingin kehadiran polisi di tengah masyarakat Papua memberi arti, membantu mereka. Prinsip saya memudahkan hidupnya orang, itu bahagia banget,” sebut Ipda Made Ambo.
Ps Kasat Binmas Polres Jayapura Ipda Made Ambo dan rekan-rekan sedang memangkas pohon sagu. (dok. istimewa)
|
Ipda Made menyebut kepolisian dan warga juga kini telah menanam pohon-pohon sagu di hutan lindung. Penanaman pohon-pohon sagu ini berawal dari usulan dirinya kepada Kapolres Jayapura AKBP Fredrickus WA Maclarimboen untuk menghijaukan kembali hutan lindung Gunung Cyclops.
“Tahun 2019, banjir bandang di Jayapura, besar-besaran itu salah satunya karena beralihnya fungsi hutan itu kan. Hutan penyangga di bawah Gunung Cyclops rusak. Ditambah banyak juga masyarakat yang punya kebiasaan nomaden, berkebun dengan nomaden, babat hutan sini, hutan sana,” jelas Ipda Made Ambo terkait gerakan penghijauan kembali hutan lindung sekitar Gunung Cyclops untuk mencegah banjir bandang.
“Kami flashback tentang banjir bandang Sentani, sangat mengerikan korbannya waktu itu. Makanya kami bilang kepada Bapak Kapolres, ‘Komandan ini kalau kita nggak ambil tindakan, nggak akan ada yang berbuat. Kita harus menjadi pelopor’. Pak Kapolres menyambut baik, ‘Ayo Bli, kita mainkan’. Jadi kami meminta bibit ke Dinas Pertanian. Lalu Pak Kapolres muncul ide tanam saja pohon-pohon sagu,” sambung dia.
Dia lalu mengapresiasi AKBP Fredrickus yang berupaya mengembalikan kejayaan sagu dengan menggelar Festival Colo Sagu. Colo sagu sebenarnya adalah salah satu cara memakan sagu, yakni dengan cara mencelupkan ke kopi atau teh.
“Papeda itu hanya salah satu makanan dari sagu. Ada juga camilan-camilan dari sagu, lalu ada juga sagu forno yang cara membuatnya dengan dibakar di atas wadah yang terbuat dari tanah liat. Setelah kami adakan, ternyata atensi masyarakat luar biasa. Lalu kami menanam kembali hutan sagu. Makanya ini Kapolres saya sangat luar biasa,” tutur Ipda Made Ambo.
Ps Kasat Binmas Polres Jayapura Ipda Made Ambo mengajari personel Polres Jayapura cara menokok sagu. (dok. istimewa)
|
Ipda Made menuturkan usai Festival Colo Sagu dan penanaman kembali hutan sagu, dirinya mendapat telepon dari masyarakat di kampung-kampung lain yang meminta diadakan program serupa di wilayah mereka. Ipda Made pun meminta warga menyiapkan lahan dan dirinya mengirim anggotanya untuk membantu warga membabat lahan tersebut untuk ditanami sagu.
“Kami sudah enam kali nanam sagu. Sekarang masyarakat kampung-kampung sudah mulai bangkit lagi, sadar lagi betapa pentingnya sagu buat mereka. Saya jelaskan, sagu kan tidak hanya buat papeda, ada juga yang lain-lain. Syukurnya setelah kita adakan Festival Colo Sagu, Pak Bupati Jayapura lalu membuat kebijakan setiap Senin semua pegawai di kantor bupati wajib melakukan colo sagu dulu,” terang Ipda Made.
“Pak Bupati meng-endorse supaya mama-mama yang memproduksi panganan dari sagu itu tidak mandek produknya, ada yang beli. Apa hubungannya dengan kamtibmas? Orang kalau terarah, ada rutinitas, ada penghasilan, ada kesibukan, mana dia berpikir melakukan gangguan atau kriminal?” ucap Ipda Made Ambo.
Ipda Made menyebut kini kelompok-kelompok tani binaan Polres Jayapura berkembang dengan menanam cabai. “Dari sagu ini sekarang kami berkembang, dengan kelompok tani binaan juga menanam cabai. Untuk apa? Upaya penanggulangan inflasi,” pungkas Ipda Made.
Ps Kasat Binmas Polres Jayapura Ipda Made Ambo dan istri, Reynie Wori, menanam pohon. (dok. istimewa)
|
(aud/fjp)