Jakarta –
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi liquefied natural gas (LNG) di Pertamina. Ahok diperiksa KPK terkait adanya kerugian negara dari pengadaan LNG tersebut.
“Saksi juga dikonfirmasi pengetahuannya terkait adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengadaan tersebut,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (8/11/2023).
Ahok diperiksa KPK pada Selasa (7/11) di gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Dia menjalani pemeriksaan selama 6,5 jam sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan.
Selain mengusut soal dugaan kerugian negara, tim penyidik memeriksa Ahok terkait pengetahuannya tentang awal mula pengadaan LNG di Pertamina.
“Saksi hadir dan didalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan bagaimana rekomendasi awal mula pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina),” ucap Ali.
Seperti diketahui, Ahok mulai diperiksa KPK sekitar pukul 09.00 WIB. Dia kemudian selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 15.35 WIB.
“Hasil pemeriksaan tanya ke penyidik. Urusan menjadi saksi buat masalah Ibu Karen,” kata Ahok di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11).
Ahok enggan memerinci soal materi pemeriksaannya di KPK hari ini. Dia mengatakan kasus tersebut akan dibuka secara terang benderang pada proses pengadilan.
“Nggak bisa buka, nanti di pengadilan,” jelas Ahok.
Kasus ini diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.
Mantan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan, lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG yang berada di luar negeri. Salah satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.
Penunjukan kerja sama dengan CCL tersebut dinilai bermasalah. KPK menduga keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa ada kajian yang utuh.
Kebijakan yang diambil Karen itu kemudian mengakibatkan kerugian negara. Kerugian itu berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply. Kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 2,1 triliun.
(ygs/fas)