Jakarta –
Jauh sebelum mendapat pangkat letnan jenderal, Tiopan Bernhard (TB) Silalahi kerap menjadi pengajar. Hal itu dapat dimaklumi mengingat setiap kali mengikuti pendidikan atau pelatihan, dia selalu menjadi lulusan terbaik. Muridnya tak cuma dari kalangan taruna tapi juga perwira yang beberapa di antaranya kemudian menjadi perwira tinggi berpangkat jenderal. Tak cuma itu, dalam sebuah kesempatan, TB Silalahi juga pernah mengajar langsung para jenderal.
Barangkali karena itulah Wiranto saat menjadi Ajudan Presiden Soeharto pernah menyebut TB Silalahi sebagai dosennya para jenderal alias guru besar para jenderal. Hal ini bermula ketika Presiden Soeharto kepada Wiranto bertanya lebih jauh tentang sosok TB Silalahi. Kala itu, 1992, sebagai Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi Mayjen TB Silalahi bersama KSAD Jenderal Edi Sudrajat mendampingi Presiden Soeharto menyerahkan bantuan untuk perbaikan asrama TNI AD di seluruh Indonesia. Sumber dana berasal dari Yayasan.
“Itu adalah guru kami semua yang ada sekarang di TNI, baik yang masih perwira menengah maupun yang sudah jenderal. Ia adalah gurunya para jenderal,” tutur Wiranto dalam memoar, ‘TB Silalahi Bercerita tentang Pengalamannya’ yang ditulis Atmadji Sumarkidjo, 2008.
Alkisah, selepas menjalani sejumlah operasi militer di berbagai daerah, TB Silalahi mengikuti Kursus Perwira Lanjutan Pertama (Kupaltu). Sebagai lulusan terbaik dia kemudian memilih menjadi guru di Pusat Pendidikan Kavaleri. “Kalau lama-lama di pasukan akan menjadi bodoh, lagipula saya mencintai tugas guru atau instruktur,” kata TB Silalahi kepada Dan Pusdikkav Kol. Darmodjo.
Di sana dia mengajar taktik dan staf sekaligus memberikan latihan lapangan yang melibatkan satuan tank. Pesertanya adalah para perwira lulusan AMN 1965. Kelak, mereka meraih pangkat jenderal seperti Pangdam VII Mayjen Sulatin, Mayjen Lerick, dan Mayjen Abdul Muis Lubis.
Selepas mengikuti Kursus Guru Perang Nuklir, Biologi, dan Kimia dari Rektor IPB Prof Doni Tisnaamijaya, dia kemudian mengajarkan ilmunya itu kepada Harsudiono Hartas dan BP Makadada. Keduanya di kemudian hari berpangkat letnan jenderal sebagai Kassospol ABRI dan mayor jenderal yang menjadi duta besar di Birma.
Begitu kembali menunaikan tugas sebagai penjaga perdamaian PBB di perbatasan Mesir – Israel, TB Silalahi diminta mengajar selama tiga tahun di Seskoad. Muridnya antara lain Wismoyo Arismunandar dan Sintong Panjaitan yang masing-masing kemudian menjadi KSAD dan Pangdam Udayana. Ketika menjadi Kasdam Diponegoro, TB Silalahi yang sudah menyandang bintang dua di pundak pun kembali mendapat tugas khusus untuk berkeliling kampus di Jawa Tengah.
Ketika sudah lama pensiun dari tentara, oleh Gubernur Lemhannas Letjen Johnny Lumintang pada 2000 dia diminta mengajar di situ. Materinya antara lain masalah kepemimpinan, anatomi konflik, dan pengaruh globalisasi terhadap pembangunan di Indonesia. Pesertanya antara lain Kol CPM Hendardji, Kol George Toisutta, Kolonel Sudi Silalahi, dan Sutanto.
Salah satu kunci sukses TB Silalahi sebagai guru yang disenangi murid-muridnya adalah kemampuan dia menyampaikan materi secara bertutur atau story teller. “Jadi guru itu harus banyak membaca, be the first to know,” ujarnya mengutip jargon CNN.
TB Silalahi yang lahir di Pematang Siantar, 17 April 1938 merupakan lulusan AMN 1961. Di luar militer dia pernah menjadi Sekjen Departemen Energi dan Menteri Penertiban Aparatur Negara.
Pada Senin (13/11/2023) dia mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan. Jenazahnya akan dimakamkan di Hall of Silence di TB Silalahi Center Balige, Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Kamis, 16 November 2023.
(yld/yld)