Jakarta –
Terdakwa Aklani divonis 5 tahun penjara terkait kasus korupsi dana desa Lontar, Kabupaten Serang, Banten. Aklani menggunakan dana desa itu untuk menyawer ladies companion (LC) saat karaoke.
“Menyatakan terdakwa Aklani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana 5 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti 2 bulan penjara,” kata Dedy Adi Saputra selaku Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (29/11/2023) malam.
Hakim menilai terdakwa terbukti bersalah sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Terdakwa terbukti melakukan korupsi dana desa di tahun 2020 saat menjabat sebagai kades.
Aklani juga dihukum membayar uang pengganti Rp 790 juta. Uang pengganti itu, adalah kerugian negara Rp 988 juta dikurangi Rp 198 yang telah dikembalikan ke negara.
“Jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap, maka harta benda disita, dan bila tidak mencukupi dipidana selama 2 tahun,” kata hakim.
Dalam pertimbangan hakim, seluruh unsur dakwaan Pasal 3 telah terbukti di persidangan. Terdakwa terbukti melakukan korupsi pada dana desa 2020 yang total anggarannya sebesar Rp 2 miliar.
Di anggaran dana desa di 2020 itu, ada anggaran yang tidak dilaksanakan oleh terdakwa. Yaitu pelatihan service handphone, kegiatan penyelenggaraan desa tanggap darurat COVID-19, pembuatan kwitansi fiktif, hingga ada uang yang diambil terdakwa untuk kepentingan pribadi.
“Penarikan dana tersebut digunakan pribadi dengan cara transfer kas desa ke rekening terdakwa,” kata hakim.
Bahkan, kata hakim ada anggaran dana desa yang ditransfer ke rekening istri terdakwa sendiri. Sedangkan kartu ATM itu dikuasai oleh terdakwa. Padahal katanya, sekdes sudah memberikan surat teguran atas apa yang dilakukan terdakwa.
“Bahwa unsur menguntungkan diri sendiri telah terbukti pada diri terdakwa,” kata hakim.
Sehingga, kata majelis, perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara yang totalnya sebesar Rp 988 juta.
Rinciannyatemuanya adalah pada selisih pekerjaan fisik berdasarkan hasil audit dari Universitas Mathla’ulAnwar, kegiatan pemberdayaan masyarakat desa berupa service handphone, kegiatan tanggap darurat COVID-19 berupa bantuan sembako, tunjangan staf desa, kwitansi fiktif, pajak yang tidak disetorkan, dan selisih saldo kas desa pada 2020 sebesar Rp 462 juta.
“Total kerugian negara adalah Rp 988 juta,” dalam pertimbangan hakim.
Vonis ini lebih ringan satu tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum. Di tuntutan jaksa, Aklani dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan. Ia juga dituntut dengan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 988 juta lebih dikurangi Rp 198 juta.
(bri/whn)