Jakarta –
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menanggapi cerita mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat meminta kasus korupsi e-KTP dihentikan. Dasco meminta agar seluruh pihak berprasangka baik.
“Yang disampaikan beliau itu tidak ada yang mendengar dari pihak lain. kita berprasangka baik aja. Jangan sampai masyarakat mempercayai kalau ada statement orang lain kalau si A begini, saksinya kan enggak ada. kasihan masyarkaat,” kata Dasco kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).
Dasco kemudian menyinggung timeline isu tersebut berhembus menjelang Pilpres 2024. Wakil Ketua DPR RI itu juga menyorot posisi Agus Rahardjo yang tengah mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI.
“Bukan cuman menjelang Pemilu, Pak Agus rahardjo kebetulan sedang mencaleg DPD RI. Paham kan?” ujarnya.
Sebelumnya, Agus Rahardjo menyebut momen itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK. Istana menegaskan revisi UU KPK bukan inisiatif pemerintah, melainkan inisiatif DPR.
Cerita Agus mengenai pertemuan dengan Jokowi itu disampaikan dalam wawancara program Rosi di Kompas TV seperti dikutip, Jumat (1/12). Agus mengatakan saat itu dipanggil sendirian oleh Jokowi ke Istana.
“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian, oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu,” kata Agus.
Begitu masuk, Agus menyebut Jokowi sudah dalam keadaan marah. Menurut Agus, Jokowi meminta KPK untuk menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto.
“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan.. karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘Hentikan’. Kan saya heran, hentikan, yang dihentikan apanya,” ujar Agus.
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” sambung dia.
Agus lalu membalas permintaan Jokowi dengan menjelaskan bahwa KPK sudah mengeluarkan sprindik beberapa minggu sebelumnya. Berdasarkan UU KPK yang lama, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan suatu perkara.
“Nah sprindik itu kan sudah saya keluarin 3 minggu yang lalu, dari presiden bicara itu, sprindik itu tak mungkin karena KPK tak punya SP3, tidak mungkin saya berhentikan saya batalkan,” tutur Agus.
KPK kemudian lanjut mengusut kasus e-KTP dan tidak menggubris pernyataan Jokowi. Belakangan Agus menyadari bahwa momen itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK.
“Kemudian karena tugas di KPK itu seperti itu makanya ya kemudian tidak saya perhatikan, ya jalan terus tapi akhirnya dilakukan revisi UU nanti kan intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian di bawah presiden, karena pada waktu itu mungkin presiden merasa bahwa ini Ketua KPK diperintah presiden kok nggak mau apa mungkin begitu,” ujar Agus.
(taa/dnu)