Jakarta –
Kasih sayang orang tua sepanjang hayat memanglah benar adanya. Hal ini tercerminkan dari kisah pilu yang dialami oleh Narwen dan Natam yang dikaruniai seorang anak bernama Ibnu (10) penderita radang otak. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus atau pun infeksi parasit, jamur, dan bakteri pada otak.
Akibat penyakit ini, Ibnu hanya berbaring tak berdaya di rumah setiap harinya. Bahkan untuk berbicara dan berjalan pun ia tak mampu. Ia bergantung sepenuhnya pada orangtuanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Ibnu menderita penyakit ini sejak usianya masih sangat dini, ketika ia berusia sekitar 3 tahun. Segala upaya telah dikerahkan oleh Natam dan Narwen demi pengobatan Ibnu. Namun, semua itu masih belum cukup untuk penyembuhannya karena kondisi ekonomi yang sangat tidak mendukung membuat mereka kesulitan untuk terus ke rumah sakit.
“Kalau lahirnya normal. Normal seperti bayi biasa, terus baru umur 1 tahun kena sakit step tapi dua kali. Pas umur 3 tahun kena step 10 kali satu harinya itu. Terus masuk Rumah Sakit Ajibarang tidak bisa karena tidak ada peralatannya di sana terus dipindahin ke Rumah Sakit Banyumas, katanya kepalanya kena virus,” ujar Narwen di kediamannya di Dusun Planjan, Desa Banjarsari, Ajibarang, Banyumas, Jateng.
“Saya punya kambing enam, itu sudah saya jualin untuk membiayai anak saya, tetapi kondisinya masih begitu saja. Sudah habis, saya enggak punya apa-apa lagi, hanya cukup untuk makan aja tiap hari,” kata Natam.
Ibnu (10), penderita radang otak (Foto: berbuatbaik.id)
|
Keluarga ini sungguh hidup dengan segala kekurangan. Belum lagi upah Natam dan Narwen yang didapat sebagai buruh tani serabutan tidak dapat menopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sering kali Narwen harus mencari penghasilan tambahan yang juga tidak seberapa dengan menjadi pembantu rumah tangga atau mengumpulkan daun pisang untuk dijual.
Di balik semua itu, masih banyak sekali kebutuhan Ibnu yang harus dipenuhi, seperti susu, popok, atau pun kontrol ke rumah sakit.
“Kerja serabutan suami kan nyangkul di sawah, kadang dapetnya sehari Rp 35.000. Aku juga Rp 35.000. Kadang kalau di sawah ada gendot (cabai) ya ambil gendot, kalau enggak ada ya bawa daun buat dijual terus beli susu sama pampers, buat tambahan makanan juga,” kata Narwen.
“Bapak enggak kerja, tidak sedang ada yang membutuhkan. Kalau gitu bagaimana anak bisa jalan ke dokter? Tidak ada uang. Saya akan berusaha mencari siapa tau ada orang memberi rezeki nanti bisa dipakai buat ke dokter. Kalau nanti ada rezeki yang longgar, ya siapa tau bisa berjalan, ya sudah semakin besar repot,” lanjutnya.
“Ya gitu lah, cari duit ke mana-mana, dikasih RT juga tapi kan saya tetep enggak cukup uangnya. Buat ke sana dua kali sehari enggak cukup. Saya berhenti, buat beli susu saja,” ucap Narwen lagi.
Di rumah, Ibnu juga tidak bisa ditinggal seorang diri karena ia sering kali membenturkan kepalanya ke tembok. Hal ini juga yang menyebabkan Narwen kebingungan untuk mencari penghasilan tambahan lainnya.
Meski begitu, Narwen dan Natam tak pernah sedikit pun putus asa untuk merawat buah hati kesayangannya. Mereka tak henti-hentinya bekerja dan berdoa untuk Ibnu. Dengan penuh rasa ikhlas dan pasrah, mereka juga sangat berharap bahwa akan ada mukjizat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa untuk kesembuhan Ibnu.
“Aku inginnya anak ini bisa jalan sendiri, ngomong sendiri gitu. Saya inginnya gitu, cuma anaknya sudah enggak bisa,” ucap Narwen.
Sahabat Baik, kisah Ibnu hanyalah sepenggal kisah pilu dari banyak kisah anak-anak lain di luar sana yang mengalami hal serupa. Mari kita bersama-sama bantu ringankan beban Natam dan Narwen serta untuk pengobatan Ibnu. Kamu bisa membantu mereka dengan berdonasi di berbuatbaik.id. Donasi yang kamu berikan akan tersalurkan 100% ke penerima tanpa potongan.
Yuk, mari kita lakukan kebaikan dari sekarang juga! Bersama-sama, kita lebih mudah.
(kny/imk)