Jakarta –
Hukuman mantan Gubernur Papua Lukas Enembe diperberat majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dari 8 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Lukas Enembe akan melawan putusan itu dengan mengajukan kasasi.
“Kami akan kasasi karena beliau dihukum tanpa pertimbangan hukum yang jelas,” kata pengacara Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, kepada wartawan, Kamis (7/12/2023).
Petrus lalu mengungkit soal pertimbangan dalam putusan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta. Petrus mengatakan pertimbangan hakim tidak ada yang memperberat hukuman Lukas.
“Misalnya masalah hotel, majelis hakim PT menyatakan tanah untuk membangun hotel itu walau dibeli Rijatono dari anaknya Isak Hindom, mantan Gubernur Papua dan sertifikat atas nama Rijatono tetapi dibeli karena semasa Bapa LE (Lukas Enembe) sebagai Gubernur,” kata Petrus.
“Pertimbangan ini tak ada korelasinya sama sekali dengan jabatan Gubernur, karena pemilik tanah, hotel adalah Rijatono. Pokoknya pertimbangan hukum tidak ada sama sekali untuk mempererat hukum, sehingga kami akan kasasi,” ujarnya.
Hukuman Lukas Diperberat
Hukuman Lukas Enembe diperberat PT Jakarta dari 8 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Lukas terbukti menerima suap dan gratifikasi puluhan miliar rupiah.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa selama 10 tahun dengan denda Rp 1 miliar subider 4 bulan kurungan,” demikian bunyi salinan putusan banding yang dilansir website PT Jakarta, Kamis (7/12).
Duduk sebagai ketua majelis Herri Swantoro, yang juga Ketua PT Jakarta. Adapun anggota majelis adalah Pontas Efendi, Sumpeno, Anthon Saragih, dan Hotma Maya Marbun. Lukas Enembe divonis bersalah karena korupsi bersama-sama dan gratifikasi.
“Membebankan uang pengganti Rp 47.833.485.350 dengan ketentuan, jika terpidana tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa. Dalam hal tidak mempunyai harta benda yang mencukupi dipidana 5 tahun,” ujar majelis.
Majelis banding mengembalikan aset yang disita di Jalan S Condronegoro, Jayapura Utara, karena pemegang haknya adalah Rijanto Lakka.
“Oleh karena jumlah yang diterima Terdakwa, secara keseluruhan, baik suap maupun gratifikasi, lebih banyak yang dihitung oleh pengadilan tingkat pertama, maka sudah selayaknya akan mempengaruhi pidana yang harus dijatuhkan kepada Terdakwa dan menurut rasa keadilan sudah selayaknya jika Terdakwa dijatuhi pidana yang lebih berat,” ucap majelis.
(whn/dnu)