Jakarta –
Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menyampaikan hasil survei indeks hak asasi manusia (HAM) Indonesia di 2023 yang menurun. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menyebut pihaknya akan terus melakukan perbaikan.
“Ya itu, ini kan terus ada perbaikan-perbaikan kan,” kata Yasonna usai menghadiri acara Peringatan HAM sedunia di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Yasonna mengatakan pihaknya akan mengevaluasi. Meski demikian, ia menyatakan jika di bawah nakhodanya Kemenkumham RI juga mengalami perubahan.
“Tapi terus ada perbaikan-perbaikan. Semua harus dilakukan dengan baik,” ucapnya.
Adapun survei ini dilakukan dalam merefleksi wajah HAM dalam 9 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam laporannya, skor HAM tahun 2023 menurun tipis menjadi 3,2 dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 3,3.
“Jadi terkait dengan indeks HAM ini, sebetulnya kalau boleh kami menyebutkan, memang dari tahun ke tahun trennya itu memang selalu hampir jarang kemudian mencapai angka moderat,” kata peneliti hukum dan Konstitusi Setara Institute Sayyidatul Insiyah dalam paparannya di Jakarta Pusat, Minggu (10/12).
“Kalau misalkan tadi Bang Halili menyebutkan angka, kita menggunakan skala 1-7 yang mana berarti kita bisa katakan bahwa skor moderatnya adalah 3,5 ke atas. Nah di dalam temuan indeks HAM kami itu, kami selalu menemukan bahwa angka itu tidak mencapai angka moderat,” tambahnya.
Sayyidatul mengatakan menjelang 1 tahun berakhirnya kepemimpinan Jokowi, skor itu tak mencapai skor moderat. Yakni 3,2 dari skor moderat 3,5.
“Dan bahkan termasuk di tahun ini yang menjelang 1 tahun Pemerintahan Jokowi itu ternyata angka yang kami dapatkan itu adalah hanya berada pada angka 3,2 yang mana itu masih di bawah angka moderat 3,5,” jelasnya.
Sayyidatul mengatakan skor 3,2 lebih banyak dikontribusi oleh pemenuhan-pemenuhan Hak Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) yang dilakukan oleh Presiden dibandingkan variabel Hak Sipil dan Politik (Sipol).
“Kita bisa memotret dengan berbagai peristiwa-peristiwa terutama mungkin satu hal yang bisa kita highlight. Bagaimana pengkerdilan ruang-ruang sipil yang terjadi sepanjang rezim Pemerintahan Jokowi itu kemudian mempengaruhi pencapaian terkait dengan Hak Sipol yang bahkan selalu jauh di bawah angka moderat dan selalu di bawah Hak Ekosob. Walaupun sebetulnya dengan terkait catatan hak Ekosob itu juga masih menuai beberapa catatan-catatan kritis,” tuturnya.
Sayyidatul menjelaskan satu hal yang menarik dalam 6 indikator Hak Sipol yakni kebebasan berekspresi pendapat tidak pernah mencapai angka 2. Jika dibandingkan dengan periode awal Jokowi, skor itu hanya mencapai 1,9.
“Angka itu kemudian selalu turun secara terus menerus pada tahun ini hasil penelitian. Kami menemukan bahwa skor untuk berekspresi dan berpendapat hanya berada pada 1,3 dan itu sangat jauh dengan perbandingan dengan hak-hak sub indikator lainnya,” jelasnya.
(dwr/lir)