Jakarta –
Kabar pengungsi Rohingya sudah memasuki wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan memegang KTP palsu beredar di media sosial (medsos). Bagaimana faktanya?
Kabar itu salah satunya beredar di medsos Instagram. Dalam video yang diunggah, terlihat ada sejumlah pria warga negara asing (WNA) yang sedang diinterogasi. Namun proses interogasi tersebut tidak berjalan lancar karena pria-pria WNA tersebut tidak dapat berbahasa Indonesia.
Salah satu WNA tersebut ada pria yang mengaku berasal dari Malaysia. Petugas pun meminta pria tersebut menyampaikan kepada rekannya untuk berkata jujur saat dimintai keterangan.
Benarkah Mereka Pengungsi Rohingya?
Diberitakan detikcom, kelompok WNA tersebut berasal dari Bangladesh. Mereka bukan pengungsi Rohingya yang kabur dari Aceh dan sudah tiba di NTT.
Ada sebanyak delapan WN Bangladesh yang diamankan Kepolisian Resor (Polres) Belu. Mereka diamankan dari rumah warga bernama Kornelis Paibesi (40) di Dusun Fatubesi, Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (10/12).
Namun ada benarnya bahwa WNA tersebut memiliki KTP palsu. Mereka membuat KTP palsu tersebut di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Mereka mengaku sebagai warga NTT. Dalam KTP palsu tersebut mereka menggunakan nama Ibrahim Bau, Awang Prawiro, Nasir, Sobrianto, Alberto, Antonius, Gipson, dan Alberto.
“Benar, mereka memalsukan identitasnya di KTP yang beralamat di Kabupaten Belu, Sikka, dan Kota Kupang,” kata Kasi Humas Polres Belu AKP I Ketut Karnawa dilansir detikBali, Sabtu (16/12/2023).
Sedangkan berdasarkan data pada paspornya, masing-masing memiliki nama Mohammad Raju Ahmed, Mohammad Arafat Hossin, Mohammad Shariful Islam, Mohammad Nadim, Abdul Halim, Mohammad Shilu Mondol, Iman Ali, dan Mainnudin.
“Proses lebih lanjutnya sudah kami serahkan ke kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua,” imbuhnya.
Karnawa menjelaskan kedelapan WNA itu datang dari Medan ke Desa Takirin pada 15 November, 24 November, dan 5 Desember 2023. Mereka dijemput secara bertahap di Bandara El Tari Kupang oleh Kornelis Paibesi.
“Tujuan masuk ke Indonesia semata-mata mau mencari pekerjaan untuk kehidupannya,” jelasnya.
(jbr/dhn)