Jakarta –
Forum Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, memberi catatan terkait kondisi hukum dan demokrasi Indonesia sepanjang 2023. Hal-hal yang disorot mulai dari dinamika di Mahkamah Konstitusi (MK), regulasi sumber daya alam hingga penanganan imigran Rohingya.
“Telah terjadi pembajakan dunia peradilan, khususnya MK,” demikian keterangan tertulis Forum Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum UII yang diterima detikcom, Selasa (19/12/2023).
Catatan itu dibuat oleh Prof Budi Agus Riswandi (Dekan Fakultas Hukum UII), Prof Jawahir Thontowi, Prof Sefriani, Prof Ni’matul Huda, Prof Sri Wartini, Prof Nandang Sutrisno, Prof Hanafi Amrani, Prof Rusli Muhammad, Prof Ridwan Khairandy, Prof Syamsudin, Prof Ridwan dan Prof Winahyu Erwiningsih.
Para pakar ini menilai ada masalah terkait putusan MK yang mengubah syarat batas minimal usia calon wakil presiden dalam UU Pemilu. Para pakar menyinggung putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang mencopot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
“Putusan MKMK telah membuktikan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam mengadili perkara yang melibatkan keluarganya. Telah terjadi pembajakan serius terhadap Mahkamah Konstitusi dan penegakan hukum kita, sehingga ke depan kami mendorong agar hakim Konstitusi ke depan bersikap adil, memegang prinsip integritas, dan profesional dalam profesinya. Tidak boleh mengorbankan kepentingan negara demi kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok,” bebernya.
Para guru besar UII juga memberi catatan terkait perlindungan hak kekayaan intelektual. Para guru besar menganggap sistem yang ada belum efektif.
“Perlindungan dan penegakan hukum atas Hak Kekayaan Intelelektual (HKI) yang belum optimal. Di mana saat ini Sistem HKI di Indonesia masih belum memenuhi HAM, inefektif dan conflict of interest sehingga upaya mendorong kreatifitas yang meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia sangat terganggu,” demikian isi keterangan pers itu.
Ikut bergabung dalam sikap tersebut yaitu dosen UII lainnya, Busyro Muqoddas dan Suparman Marzuki. Mereka juga mencatat sepanjang 2023 terjadi penunjukan Penjabat Kepala Daerah dan meminta penunjukan Pj kepala daerah harus dievaluasi.
“Kepala daerah itu dipilih oleh rakyat di masing-masing daerah, bukan ditetapkan melalui penunjukan (aanstelling). Penunjukan penjabat kepala daerah saat ini yang difungsikan untuk masa jabatan yang relatif lama, menimbulkan problem dalam kaitannya dengan administrasi pemerintahan di bidang keuangan dan kepegawaian. Penunjukan kepala daerah oleh Mendagri dapat menimbulkan politik transaksional yang tidak dapat diawasi oleh publik,” ungkapnya.
Catatan lain ialah terkait eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) hingga pembentukan undang-undang yang dianggap mereka manipulatif. Para pakar ini menyebut pembentukan UU meminggirkan partisipasi publik.
“Pembentukan Undang-Undang yang manipulatif. Pembentukan UU yang meminggirkan partisipasi publik sudah sering dilakukan oleh Presiden dan DPR. Pembentukan UU dilakukan hanya untuk menjalankan kepentingan mereka dan bukan kepentingan rakyat,” urai Forum Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum UII soal catatan lainnya.
Terakhir, para pakar ini juga menyoroti soal kedatangan warga Rohingya ke Indonesia. Forum Dosen dan Guru Besar Fakultas Hukum UII berharap ada ketegasan Pemerintah.
“Solusinya, pertama Indonesia dapat bekerjasama dengan UNHCR untuk merelokasi sementara mereka yang memenuhi syarat sebagai refugee (tidak hanya etnis Rohingnya) di pulau terpencil. Kedua, Indonesia harus tegas memulangkan kembali atau mendeportasi mereka yang tidak memenuhi syarat refugee menurut konvensi 1951,”ucapnya.
(asp/HSF)