YERUSALEM – Para Arkeolog telah menemukan bukti baru tentang Bangsa Babilonia, yang telah mengepung dan membakar kota Yerusalem sekitar tahun 586 SM, bersama desa dan kota terdekat di perbatasan barat. Para Arkeolog berhasil menemukan balok kayu yang terbakar pada 586 SM di tiga tempat tinggal yang digali yag sudah ada antara 1978 dan 1982.
Tidak hanya itu, mereka juga berhasil menemukan abu dan balok kayu pada tahun yang sama ketika menggali beberapa bangunan di Tempat Parkir Giv’ati, yang diasumsikan sebagai Kuil Salomo. Sampel yang diambil dari lantai plester menunjukkan suhu tinggi hingga 600 Celcius.
Sayangnya bukti-bukti tersebut tidak dapat menentukan kebakaran dilakukan secara sengaja atau tidak. Seorang penulis dari Universitas Tel Aviv, Nitsan Shalom bersama rekan-rekannya berfokus pada Gedung 100 berlantai dua di Parkir Giv’ati.
Untuk mengukur penyerapan inframerah, mereka menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infraret (FTIR). Pengukuran ini untuk mengetahui sejauh mana sampel telah dipanaskan, dan apakah sampel mengandung mineral magnetik yang dipanaskan secara memadai untuk mengubah senyawa itu ke arah utara magnetik yang baru.
“Daripada menghancurkan semuanya tanpa pandang bulu, mereka lebih baik menargetkan bangunan yang lebih penting dan terkenal di kota itu,” ujar Shalom kepada New Scientist. Shalom bersama rekan-rekannya menyimpulkan bahwa temuan di dalam ruangan mengindikasikan adanya bahan-bahan yang mudah terbakar, sehingga tidak perlu tambahan bahan bakar.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Keberadaan sisa-sisa yang hangus menunjukan adanya penghancuran yang disengaja oleh api. Penyebaran api dan keruntuhan bangunan yang cepat menunjukan bahwa para perusak sengaja menghancurkan seluruh bangunan, hingga tidak dapat digunakan.
Melansir Arstechnica, catatan peristiwa penghancuran Kuil Salomo ditulis dalam Kitab Ibrani. Shalom, mengatakan Kronik Babilonia sejak bertahun-tahun belum dilestarikan. Temuan para arkeolog serta gambaran tragedi kota Yerusalem tidak terlepas dari sejarah yang dituliskan Alkitab.
Kota tersebut telah mengalami kehancuran hebat, dengan kondisi kota terbakar dan benar-benar kosong yang tampak memprihatinkan. Yehuda merupakan kerajaan bawahan Babilonia pada akhir abad ke-7 SM, di masa pemerintahan Nebukadnezar II. Raja Yehuda, Yoyakim, melakukan pemberontakan terhadap Raja Babel pada 601 SM.
Upaya pemberontakan tersebut telah diperingatkan oleh Nabi Yeremia. Yoyakim telah berhenti membayar upeti yang diwajibkan untuk berpihak pada Mesir. Dia meninggal dan putranya, Yekhonya, menggantikan posisinya ketika pasukan Nebukadnezar mengepung Israel pada 597 SM.
Yekhonya menyerah ketika kota Yerusalem dijarah dan merasa kesulitan. Dia pun dideportasi ke Babel bersama dengan sebagian penduduk Yehuda, dengan jumlah mencapai 10 ribu orang.
Ketika paman Yekhonya, Zedekia menjadi raja Yehuda, dia merasa tidak nyaman di bawah kekuasaan Babel pada saat adanya pemberontakan dan penolakan untuk membayar upeti yang diwajibkan, serta mencari persekutuan dengan Fi’rau Mesir, Hofra.
Bangsa Babilonia kembali meraih kemenangan akibat pengepungan yang dilakukan pasukan Nebukadnezar selama 30 bulan terhadap Yehuda dan Yerusalem. Zedekia menyaksikan kejadian semua putranya dibunuh dan ada yang dibutakan, diikat, dan dibawa ke Babel.
Dia menjadi sosok yang kurang berbelas kasih, dan memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan dan merobohkan tembok Yerusalem pada 586 SM. (Ludwina Andhara)