Jakarta –
Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) PTPN I Regional 2 eks PTPN VIII menegaskan bahwa tidak ada sengketa lahan antara warga dengan PT Perkebunan Nusantara. Adapun yang terjadi ialah penjarahan terhadap HGU oleh oknum tak bertanggung jawab.
Hal ini disampaikan oleh SPBUN yang tersebar di seluruh unit kerja kebun PTPN VIII di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
“Tidak ada yang namanya sengketa atau konflik dengan masyarakat atau golongan apapun dan siapapun mengenai lahan di Perkebunan Nusantara, adapun yang ada terjadi di lapangan adalah adanya Gangguan Usaha Perkebunan melalui Okupasi atau Penjarahan terhadap Areal Hak Guna Usaha (HGU) yang dilakukan oleh beberapa oknum yang mengatas namakan pribadi atau suatu kelompok dan golongan tertentu,” kata Ketua Umum SPBUN PTPN VIII, Adi Sukmawadi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/1/2024).
Lebih lanjut disampaikan juga bahwa SPBUN PTPN VIII terus berkomitmen selalu menjaga Aset Milik Negara dari Gangguan Usaha Perkebunan sehingga Aset Negara bisa termanfaatkan dengan baik.
Hal senada juga disampaikan oleh Thio Setiowekti perwakilan dari Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) Jabar. Dia menanggapi petani di Garut yang mengaku bersengketa lahan dengan perhutani dan PTPN.
“Lahan PTPN dan Perhutani itu tanah negara yang dilindungi undang-undang, tidak dalam sengketa dengan rakyat, tidak bisa diaku oleh Serikat Petani Pasundan (SPP) dan diperjuangkan menjadi milik rakyat kecuali dengan perjanjian kerjasama dengan BUMN terkait dalam hal ini Perhutani & PTPN,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa reforma agraria mestinya dilakukan di lahan terlantar. Sebab, di lahan negara di dalamnya sudah ada masyarakat pekerja.
“Reformasi Agraria sepatutnya dilaksanakan di lahan terlantar yang dimiliki oleh swasta, bukan di lahan negara yang di dalamnya sudah ada masyarakat pemetik teh, petani kopi, petani rumput gajah yang dikelola bersama lembaga masyarakat desa hutan (LMDH), itu sama saja membantu masyarakat petani untuk menjarah kebun dan hutan negara. Sekali lagi tidak ada dalilnya pembagian tanah (negara) untuk rakyat,” tuturnya.
(rdp/imk)