BELUM lama ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak seluruh negara untuk berhenti menggunakan rokok elektrik, atau vape dengan perasa. Larangan ini ditujukan pada kalangan anak-anak dan remaja di tempat-tempat umum.
WHO mengatakan vape menghasilkan zat beberapa di antaranya menyebabkan penyakit berbahaya seperti kanker, jantung dan paru-paru. Menyikapi hal tersebut Dokter Konsultan Paru, Prof DR dr Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR menjelaskan pada rokok dengan perasa memiliki bahan berbahaya lebih besar dibanding yang tidak berperasa.
“Kandungannya ada banyak yaitu nikotin, bahan-bahan karsinogen, dan bahan toksik itu lebih tinggi kandungan bahayanya dengan mengandung perasa. Karena di dalam perasa banyak campuran-campurannya, dan itu akan menambah potensial dari bahan toksik kalau dia tidak diberikan perasa,” kata dr Agus, dikutip dalam Media Briefing PB IDI tentang Paparan Hasil Kajian dan Studi Klinis Rokok Elektronik di Indonesia secara virtual, Selasa 9 Januari 2024.
Artinya, jika rokok tanpa perasa akan menimbulkan risiko dua kali, sedangkan rokok dengan perasa itu bisa sampai 10 kali bahayanya. Oleh karena itu, pada rokok perasa lebih banyak memiliki dampak buruk kepada kesehatan, dibandingkan rokok dengan tanpa perasa.
Akan tetapi, jika mengikuti tren yang beredar di pasaran atau di lapangan, rokok dengan tanpa perasa mungkin tidak akan menarik di kalangan masyarakat. Maka dari itu, agar menarik minat masyarakat rokok diberikan perasa, meskipun memang mengandung banyak bahaya. Hal itu pun yang terjadi di wilayah Amerika dan Eropa sebagian yang terkena Evali.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya