TAIPEI – Pada Sabtu, 13 Januari 2024, Lai Ching-te, sang legenda politik dan wakil presiden dari Partai Progresif Demokratik (DPP) memenangkan pemilihan presiden Taiwan yang diawasi secara luas. Kemenangan Lai pada putaran pilpres memberikan DPP masa jabatan ketiga berturut-turut, sekaligus mengakhiri ancaman yang meningkat bertahun-tahun dari Tiongkok.
Perjalanan karier Lai di dunia politik tak semata-mata sukses begitu saja. Tentu Lai melewati berbagai perjalanan dan rintangan untuk mencapai semuanya itu.
Melansir sumber lain, pria kelahiran Wanli, 6 Oktober 1959 merupakan anak dari keluarga penambang batu bara. Ayahnya meninggal dikarenakan keracunan karbon monoksida saat bekerja. Maka tinggal ibu dan kelima saudaranya saja yang tinggal menetap.
Sejak kecil, Lai bercita-cita menjadi dokter. Ia pun menyelesaikan gelar sarjana kedokteran fisik dan rehabilitasi di Taipei, sebelum melanjutkan sekolah kedokteran di Tainan.
Beberapa tahun berkarier sebagai dokter Tainan, ia bertemu dengan seorang pejabat DPP setempat. Sang politikus meminta Lai untuk membantu mengkapanyekan pemilu.
Pada 1994, kurang dari 10 tahun setelah gerakan demokrasi Taiwan melawan pemerintah otoriter Koumintang (KMT). Gerakan ini muncul pertama kali muncul dari DPP.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Kuomintang memerintah Taiwan selama hampir 40 tahun setelah kalah dalam perang saudara dengan pasukan komunis, dan melarikan diri dari daratan Tiongkok ke Taiwan hingga darurat militer dicabut pada 1987. Negara tersebut bergerak secara bertahap menuju pemilu yang bebas.
Puluhan ribu lawan politik dibunuh atau dipenjarakan, yang dikenal sebagai “Teror Putih.” DPP dibentuk oleh banyak veteran “pro-demokrasi.”
Pada masa Lai masih berstatus mahasiswa di Taipei, ia dan teman sekamar mengamati berita tentang tindak keras Kuomintang terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi.
“Saya dipenuhi keraguan dan kekhawatiran terhadap masa depan negara ini.” Akhirnya Lai setuju memantau DPP dalam pemilu lokal walau akhirnya kandidat tersebut kalah.
Setahun kemudian, Lai diundang oleh beberapa aktivis demokrasi untuk bergabung ke DPP, dan mencalonkan diri sebagai anggota parlemen.
Pada awalnya Lai menolak. Namun teman-teman politiknya tidak menyerah. Beberapa bulan keudian, krisis terjadi di Selat Taiwan ketika Tiongkok mengadakan latihan menembak senjata dan rudal ke arah Taiwan.
Kejadian tersebut memberikan ‘dorongan’ untuk mencapai tujuan. Melansir CNA.com, dibanding ia mengkritik pemerintahan dalam kliniknya, ia memilih untuk keluar dan mengikuti para pendahulu gerakan demokrasi.
Lai sering mendapat pertanyaan, apa niat awal menjadi politisi. Jawaban yang dilontarkannya sangat sederhana; mengabdi kepada masyarakat, berkontribusi untuk negara, dan berbuat sesuatu terhadap tanah airnya.
Pada 27 November 2010, Lai mencalonkan diri sebagai calon DPP untuk pemilihan walikota dan mengalahkan kandidat dari Kuomintang. Lai mulai menjabat sebagai walikota pada 25 Desember 2010.
Dengan usianya yang relatif muda, dan memiliki kharisma yang kuat pada pemilihan walikota, serta memiliki kendali atas kota pusat DPP Tainan, Lai dianggap sebagai kandidat presiden pada 2016.
Pada 29 November 2014, Lai kembali mencalonkan diri dan melawan Huang Hsiu-shuang. Berbeda dengan lawannya, Lai justri tidak banyak merencanakan kegiatan kampanye, dan memilih fokus akan tugasnya sebagai walikota. Akhirnya ia memenangkan pemilu.
Pada September 2017, Lai mengundurkan diri sebagai walikota dan bertepatan dengan itu, ia diangkat menjadi Perdana Menteri.
Pada 18 Maret 2019, Lai mencalonkan diri dalam pemilihan pendahuluan presiden Partai Progresif Demokratik, dengan mengatakan bahwa ia dapat memikul tanggung jawab memimpin Taiwan dalam mempertahankan diri agar tidak dianeksasi oleh China.
Pada November 2019, Lai menerima tawaran presiden Tsai Ing-wen untuk menjadi pasangannya pada pilpres 2020. Mereka memperoleh kemenangan suara dalam pemilu, dan Lai menjadi wakil presiden.
Selama menjadi wakil presiden, Lai menjabat sebagai utusan khusus presiden, untuk pelantikan presiden Xiomara Castro pada Januari 2022. Pada November 2022, ia memimpin perwakilan agen perjalanan Taiwan dan asosiasi industri ke Palau.
Pada Maret 2023, Lai mencalonkan diri dalam pemilihan pendahuluan presiden DPP 2024, dan menjadi satu-satunya orang yang mencalonkan diri. Pada 21 November 2023, Lai dan pasangannya, Hsiao Bi-khim mendaftarkan kampanyenya ke Komisi Pemilihan Umum Pusat.
Kemenangannya pada 13 Januari ini menjadi bukti kemenangan tiga masa jabatan presiden berturut-turut, sejak pemilihan langsung pertama kali diadakan pada 1996.