Jakarta –
Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana, menanggapi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia mendapat skor 34 pada 2023 atau stagnan alias tak berubah sejak 2022. Ari menilai hal itu perlu jadi bahan evaluasi bersama, baik pemerintah maupun lembaga terkait.
“Apapun namanya indeks, rating, persepsi lain itu kan bagian dari evaluasi. Ini sebuah hal yang terus jadi evaluasi pemerintah. Persoalan korupsi ini tidak semata penanganan penegakan dan pemberantasan, tidak hanya bagian kerja pemerintah tapi bersama,” kata Ari kepada wartawan d Kemensetneg, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2024).
Ari mengatakan perlu adanya analisis secara mendalam terkait laporan indeks persepsi korupsi tersebut. Dia mengatakan perbaikan ke depan menjadi kerja bersama.
“Pemerintah tetap harus memberikan atensi berbagai indeks yang muncul termasuk IPK. Tentu saja dipelajari lebih jauh untuk melihat dari sekian indikator itu kelemahan di mana. Disebut stagnan tapi saya lihat ada yang turun, stagnan tapi ada yang meningkat. Tugas kita adalah yang turun ini tidak turun, yang stagnan meningkat, tapi yang baik tetap dipertahankan baik,” ujarnya.
“Ini tugas pemerintah dibantu Menko Polhukam, ada Menkumham yang juga bisa menjadi bagian apa yang jadi kerja kita. Ini juga ada tugas legislatif, parlemen, yudikatif, dan ada juga tugas peradilan dan KPK. Ini ekosistem yang harus dibangun bersama untuk dua hal pencegahan dan pemberantasan,” lanjut Ari.
Ari lantas merespons ICW yang menilai stagnasi IPK itu bukti tak adanya kontribusi Presiden Jokowi. Ari menekankan apa pun masukan dari masyarakat harus tetap jadi bahan evaluasi.
“Penilaian pasti banyak muncul tidak hanya berasal dari satu organisasi saja tapi dari masyarakat juga, penilaian publik terhadap kinerja pemerintah bidang hukum tapi semua masukan dari masyarakat itu harus jadi bahan evaluasi untuk perbaikan itu intinya,” ucapnya.
Ari lantas membeberkan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi. Mulai dari kebijakan sistem digitalisasi hingga mendorong RUU Perampasan Aset.
“Presiden kan dalam banyak kesempatan menyampaikan concern beliau tidak hanya pada satu penegakan saja, pemberantasan saja, tapi pencegahan. Dan itu menjadi satu kebijakan yang beliau lakukan dalam 2 periode ini dalam membangun sistem mencegah terjadi korupsi dengan sistem transparan dan digitalisasi dan menyederhanakan aturan itu bagian dari perubahan reformasi sistem regulasi yang dibangun. yang tujuannya mempersempit ruang terjadi korupsi,” ujarnya.
“Pada saat bersamaan presiden juga mengusulkan RUU perampasan aset pada DPR dan itu penting untuk kita lakukan, karena di situ kita melakukan langkah yang lebih mendasar lebih radikal dalam pemberantasan korupsi,” lanjutnya.
Ari menekankan pentingnya RUU Perampasan Aset bagi pemberantasan korupsi. Namun, hal itu tidak bisa diwujudkan sendiri sehingga perlunya kerja sama DPR.
“Perampasan aset ini saya kira juga langkah penting yang sudah dilakukan presiden. Nah ini tidak bisa dilakukan sendiri. Presiden dalam buat UU juga tergantung pada DPR, di DPR juga ada parpol, di parpol juga ada pandangan terkait persoalan, juga tergantung dari yudikatif lembaga peradilan dan KPK jadi semua ekosistem harus bergerak tidak bisa hanya satu pihak,” ujarnya.
Sebelumnya, IPK Indonesia berada di angka 34 pada 2023. Skor CPI Indonesia itu tak berubah jika dibanding pada 2022. Dilihat dari situs Transparency International, Selasa (30/1), Indonesia berada di peringkat ke-115 bersama Ekuador, Malawi, Filipina, Sri Lanka, dan Turki.
(eva/dhn)