Jakarta –
“Koran…koran…”
Ivan berseru sambil mengendarai motor yang dimodifikasi menjadi roda tiga. Motor ini lah yang menemani Ivan berjualan koran. Terbatasnya anggota gerak tubuhnya, dulu menyulitkan Ivan untuk berkeliling menjajakan koran. Kini motor ini lah yang jadi teman hidup Ivan mencari pundi-pundi nafkah guna melanjutkan hidup.
Usianya sudah memasuki angka 51. Laki-laki sebatang kara ini tinggal di Jalan Cipinang, Kebembem, Jakarta Timur. Ivan lahir dengan kondisi yang sehat. Namun sejak usia 5 tahun, Ivan alami demam tinggi yang menjadi pemicu munculnya penyakit polio pada tubuh Ivan.
“Awalnya mulainya 5 tahun normal, saat itu panas demam, ibu saya sibuk bekerja, sempat dirawat di rumah sakit, RS bilang ini panas demam semacam polio, memang saat itu dokter belum secanggih sekarang. Umur 4 tahun terkena polio, saya masuk SD umur 8 tahun, biasanya SD umur 7 tahun, dan saat itu saya masih digendong-gendong panas demam disebutkan kena polio, yang kena sarafnya dulu sempat nggak bisa ngomong, tapi sampai sekarang kaki kaki belum” cerita Ivan.
Ivan, penjual koran disabilitas yang buka jasa les gitar (Foto: berbuatbaik.id)
|
Kendati demikian, Ivan bukanlah manusia yang mudah berpasrah pada takdir. Di tengah kondisinya yang tak sempurna, Ivan gigih berusaha mencari penghasilan untuk melanjutkan hidupnya. Sejak tahun 1998, berjualan koran menjadi ladang penghasilan Ivan. Pekerjaan ini dulu cukup menguntungkan. Bahkan motor modifikasi yang kini sering digunakannya bisa terbeli berkat hasil tabungan menjual koran. Namun, perkembangan teknologi memangkas keuntungannya. Tepatnya sejak tahun 2019, Ivan kehilangan pelanggan setia yang kini tersisa hanya 3 orang saja.
“Mulai sulit itu tahun 2019, koran itu mulai agak kolaps karena dihajar dengan media sosial, seperti hape dan segala macam, TV juga kan, saya pernah berlangganan saya nanya, pak saya berhenti berlangganan, lebih baik saya beli beras daripada beli koran. Dari 50 pintu lama lama surut sampai tinggal 3 orang doang” ungkapnya sedih.
Tak mau menyerah, Ivan memutar otak dan putuskan untuk membuka jasa kursus gitar. Ide ini muncul karena rasa cintanya yang besar pada musik. Meski geraknya terbatas, Ivan bisa merasa bebas melepas bebannya lewat bermusik. Ivan pun pernah menjalani sekolah musik sejak tahun 2014 hingga tahun 2019.
Di tahun 2021 lah Ivan akhirnya mulai memberikan jasa kursus gitar kepada orang lain. Ivan mempromosikan usahanya ini dengan memasang banner di daerah pemukiman dekat tempat tinggalnya tetapi tak banyak orang yang benar-benar berminat.
Untuk jasa kursus gitar ini, Ivan bagi menjadi dua kategori yakni kursus gitar akustik dan gitar elektrik. Untuk gitar akustik Ivan kenakan biaya Rp 300 ribu per bulannya dengan jadwal kursus berupa empat kali pertemuan dalam satu bulan. Sementara itu, untuk gitar elektrik Ivan patok harga sebesar Rp 500 ribu per bulannya.
“Awal mula saya sekolah juga sekolah musik, dari 2013 sekolah yang sama punya gas sampai 2019 sampai lulus, tapi saya tidak berpikiran mau jadi guru, saya masih seneng main-main saja. Tapi tiba-tiba 2021 saya memutuskan buka kursus gitar, cuma pake spanduk besar di daerah muara tuh. Pada saat itu orang tidak menyakinkan saya, karena dulu orang tahunya saya dagang koran, segala macam apa saya bisa maen gitar. Masih banyak masyarakat yang meragukan saya,” tutur Ivan kepada tim berbuatbaik.id
Ivan punya harapan agar ke depannya para seniman khususnya seniman disabilitas seperti dirinya bisa mendapatkan pengakuan di masyarakat. Berkat musik lah hidup Ivan bisa terus berjalan.
Kisah Ivan sungguh menginspirasi untuk kamu agar terus bersyukur dan menjalankan hidup sebaik-baiknya. Oleh karena itu, #sahabatbaik mari ambil bagian untuk mengurangi beban Ivan dengan Donasi di berbuatbaik.id. Kabar baiknya donasi kamu akan 100% tersalurkan tanpa potongan biaya apapun. Mari terus berbuat baik dan tebarkan kebaikan kepada sesama.
(kny/imk)