JAKARTA – Perkembangan teknologi juga turut menyebabkan perubahan pada lanskap keamanan siber global yang semakin berkembang. Saat ini, makin banyak celah kemanan yang dapat dimanfaatkan oleh peretas, dan perkembangan kecerdasan buatan, (artificial intelligence/AI) yang juga menjadi pedang bermata dua bagi masyarakat dunia.
Perusahan penyedia solusi keamanan siber F5 memprediksi tren-tren apa saja yang akan menjadi proyeksi keamanan siber pada 2024 ini. Proyeksi ini dapat membantu mengantisipasi kemunculan tantangan dan peluang baru dalam domain keamanan siber.
Berikut beberapa tren keamanan siber yang diprediksi akan menjadi isu:
1. Teknologi AI Membuka Peluang Baru bagi Hacker
Kehadiran AI generatif diprediksi akan menjadi senjata utama bagi sindikat kejahatan terorganisir dalam menjalankan serangan phishing yang lebih canggih dan meyakinkan.
AI generatif akan dapat digunakan untuk menyesuaikan pesan-pesan palsu dari bahasa asing sehingga menjadikannya lebih sulit dibedakan. Dengan memanfaatkan informasi pribadi yang tersedia secara publik, metode ini diprediksi akan memperbesar skala dan keefektifan serangan phishing.
Hal ini memberi indikasi bahwa phishing akan berkembang menjadi layanan yang lebih luas dan efisien, memengaruhi baik dalam skala maupun efisiensinya. Tidak hanya itu, negara-negara dan kelompok kejahatan diperkirakan akan menggunakan AI generatif untuk menyebarkan disinformasi dalam skala besar, kebanyakan manipulasi akan berkisar di peristiwa-peristiwa besar seperti pemilihan presiden Amerika Serikat dan Olimpiade di Paris.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Ancaman semakin meningkat dengan kemungkinan sindikat kejahatan menggunakan AI generatif untuk menciptakan akun-akun palsu yang sangat sulit dibedakan, dan memperluas jangkauan aktivitas ilegal mereka.
2. AI akan Memunculkan Celah Baru
Semakin maraknya penggunaan AI memunculkan peringatan tentang kebocoran Large Language Models (LLM) atau Program Bahasa Besar, yang akan terjadi, di mana otomatisasi yang tidak transparan dapat menyebabkan kebocoran besar informasi pribadi, teknik-teknik baru untuk akses tanpa izin, dan serangan penolakan layanan (denial of service attack).
Selain itu, restorasi kode yang cepat oleh AI dapat menghasilkan celah kerentanan baru, karena para developer kesulitan untuk mengikuti pergerakan tersebut, sehingga meningkatkan resiko informasi perusahaan terpapar terhadap ancaman keamanan digital.
Para developer ke depannya memiliki tantangan untuk semakin jeli meninjau hasil coding yang dihasilkan secara cepat oleh AI, karena dapat menjadi tindakan preventif terhadap hasil coding generatif yang lemah untuk di manipulasi oleh hacker.
3. Kompleksitas Sistem Akan Memperumit Keamanan Digital
Serangan pada edge diperkirakan akan semakin meningkat karena semakin populernya komputasi edge, bahkan para ahli memperingatkan bahwa 75% dari data perusahaan yang diproses di edge akan membuka peluang serangan siber lebih luas.
Dengan kompleksitas komputasi di edge, muncul risiko terkait manipulasi fisik, kerentanan software, dan celah API yang perlu diwaspadai. Sementara itu, “Cybersecurity Poverty Matrix” memproyeksi tantangan besar bagi organisasi adalah memilih dan menerapkan kontrol keamanan, mengingat biaya dan kompleksitas yang terus meningkat dari solusi keamanan saat ini.
Dengan prediksi ini, para pelaku bisnis dan para profesional di bidang keamanan diharapkan untuk mengambil inisiatif proaktif, menggunakan solusi inovatif demi menjaga ketahanan mereka menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.