Jakarta –
Diskusi singkat saya dengan Nindya saat itu berhenti saat dirinya mengatakan bahwa bisnis busana yang tengah ia rintis ini bukan berorientasi pada laba saja, melainkan pendidikan lingkungan bagi masyarakat. Sembari scrolling hasil-hasil karya Nindya yang tersemat di Instagram Toko Didiyo, diskusi kami berlanjut pada hal-hal yang lebih spesifik; seni menjaga lingkungan.
Hampir 10 tahun Toko Didiyo berdiri. Rumah produksi yang menghasilkan berbagai macam busana ini masih memegang teguh mimpi si empunya untuk mengurangi limbah pakaian yang masuk ke Indonesia. Bermula dari riset ringan yang berproses menjadi inovasi, Nindya menceritakan bagaimana ide ini tercetus.
“kalau kita lihat baca-baca di artikel, banyak sampah-sampah yang dari luar negeri itu dibuangnya ke Indonesia juga kan. Entah itu sampah baju atau sampah fabric gitu,” ungkapnya dalam Sosok detikcom, Senin (5/2).
Nindya mengolah dalam-dalam masalah ini hingga akhirnya ia menemukan celah. Sebagai seorang yang mendalami pendidikan fashion business, ia paham benar bagaimana rantai dagang ini berjalan. Hal pertama yang ia lakukan adalah mencari busana-busana yang tidak layak kirim karena berbagai alasan. Oleh Nindya beserta timnya, barang hasil produksi itu ia beli untuk diolah kembali sesuai dengan kreasinya.
“Deadstock fabric itu sebenarnya adalah berasal dari supplier-supplier yang ada di Indonesia ini.
Nah tapi, ada beberapa kain-kain tuh yang misalnya kelebihan stok, terus misalnya ada defect sedikit, yang orang-orang di luar ini nggak mau. Jadi, nggak jadi dikirim. Tapi jadi deadstock fabric ini mau diapain gitu? Kayak, bakal ditumpuk terus aja nih sama supplier-supplier. Nah, kita dari tim Toko Didiyo, cari nih supplier-supplier ini yang kayak, punya deadstock fabric,” jelas Nindya.
Nindya menyadari bahwa deadstock fabric ada masanya. Suatu ketika, karena berbagai faktor, pakaian-pakaian ini akan rusak dan sulit untuk didaur ulang. Ditambah lagi, menurut Nindya tidak sedikit bahan pakaian sekarang yang terbuat dari serat plastic. Alhasil, tindakannya ini semata-mata ingin menyelamatkan bahan pakaian sebelum benar-benar terlambat untuk digunakan.
“Lumayan banyak banget dan parah banget sih buat lingkungan. Apalagi sekarang banyak juga bahan-bahan yang dari plastik juga. Itu kan compost-nya juga benar-benar lama banget, gitu,” tambahnya.
Konsistensi ide serta tindakan Nindya akhirnya membawa hasil. Kini, setiap pekan ia mampu mengumpulkan setidaknya 15 karung berisi kain perca dari berbagai kota besar di Indonesia. Tantangan berikutnya adalah membalut limbah menjadi benda seni layak guna sekaligus mengemasnya menjadi alat kampanye cinta lingkungan.
Bahan-bahan yang masuk ke gudang kemudian ia sortir untuk disesuaikan dengan kebutuhan desain yang dibuat. Beserta timnya, sederet proses produksi dilakukan sehingga tercipta sebuah busana dengan model terbatas nan berkualitas. Soal ini, Nindya mengaku bahwa dirinya mengadaptasi dari tren yang sudah berjalan di luar negeri. Meski demikian, ia mengatakan bahwa ada sejumlah penyesuaian dilakukan agar sesuai dengan pasar fesyen di Indonesia.
“So far sih, tren itu sebenarnya udah ada di luar negeri sana udah lama. Jadi kita pick up the trend dan kita mau educate the market sama customer yang di Indonesia,”
Selain membawa misi penyelamatan lingkungan, eksklusifitas serta nilai seni juga menjadi kunci. Olehnya, pakaian-pakaian berbahan perca itu diproduksi dengan jumlah terbatas. Selain meningkatkan nilai jual, Nindya ingin menanamkan kebanggaan saat seseorang memakainya. Maka. ia tidak ragu membanderol hasil kreasinya dengan harga ratusan ribu rupiah per potong.
Pada suatu titik diskusi, ia tidak menampik bahwa bisnis menjadi alasan utama. Namun, ia menandaskan bahwa setiap pembeli perlu mengetahui bagaimana pakaian yang mereka kenakan itu diproduksi. Sebab, tanpa sentuhan seni, seonggok kain perca hanya akan menjadi limbah yang tidak berguna dan merugikan lingkungan.
“Target tetap jualan, tapi, lebih ke arah yang meaningful aja sih. Di mana kayak one of a kind sih. ‘Ini cuma gua yang punya, cuma gua yang punya, gua ini punya gua aja, dan gua pakai, dan gua bagus. Target kita yang kayak gitu, gitu lho. Kayak, di-appreciate aja sama customer dan seperti itu,” ungkapnya sembari tersenyum.
(vys/vys)