Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat terjadi terhadap siapa saja. Lalu, apakah yang dapat dilakukan jika mengetahui ada KDRT terhadap seseorang?
Berikut ini pertanyaan pembaca:
Apa yang harus saya lakukan jika saya mengetahui ada korban KDRT terhadap orang yang saya kenal, dan korban saat ini berlindung di rumah saya?
TY
Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke e-mail: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.
Nah, untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Febi Ardhianti, S.E. Berikut ini jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan saudara. Dari pertanyaan Saudara, dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1. Saudara mengetahui ada korban KDRT.
2. Saudara mengenal pelaku KDRT tersebut.
3. Sekarang korban KDRT berada di rumah Saudara.
Pertanyaan Saudara: Apakah yang saudara lakukan jika Saudara mengetahui ada korban KDRT?
Kami ikut prihatin terhadap kejadian yang menimpa kenalan Saudara, semoga permasalahan Saudara dapat diselesaikan secepatnya. Kasus KDRT dapat menimpa siapa saja yang ada di lingkungan rumah.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU PKDRT, definisi kekerasan dalam rumah tangga diartikan sebagai berikut:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga diatur dari Pasal 5 sampai Pasal 9 UU PKDRT. Berikut ini bunyi pasal tersebut:
Pasal 5 UU PKDRT:
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis;
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran rumah tangga”
Pasal 6 UU PKDRT:
“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”
Pasal 7 UU PKDRT:
“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.”
Pasal 8 UU KDRT, kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Pasal 9 UU KDRT:
1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Perlu Saudara ketahui bahwa tindak pidana kekerasan fisik dan psikis merupakan delik aduan berdasarkan Pasal 51 dan 52 UU PKDRT:
Pasal 51 UU PKDRT:
“Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan”
Pasal 52 UU PKDRT:
“Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan”
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.