Jakarta –
Pada Rabu, 14 Februari 2024 diperingati sebagai Rabu Abu atau Ash Wednesday bagi umat Katolik. Rabu Abu merupakan hari pertama Prapaskah, yang diperingati pada 40 hari sebelum Hari Raya Paskah atau 44 hari sebelum Jumat Agung.
Tahun 2024 ini, peringatan Rabu Abu bertepatan pada Rabu, 14 Februari 2024. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa itu Rabu Abu dan maknanya bagi umat Katolik, simak serba-serbi tentang Rabu Abu atau Ash Wednesday berikut ini:
Ash Wednesday adalah peringatan Rabu Abu dengan pemakaian abu tanda salib di kening kepala umat Katolik, menurut situs Catholig.org. Abu melambangkan debu yang dipercaya digunakan Tuhan untuk menciptakan manusia.
Selain itu, makna abu juga melambangkan kesedihan. Menurut kepercayaan umat Katolik, maksud kesedihan dalam hal ini adalah karena manusia dianggap telah berbuat dosa dan menyebabkan terjadinya perpecahan dari Tuhan.
Saat imam mengoleskan abu ke dahi seseorang, dia mengucapkan kata-kata,”Ingatlah bahwa kamu adalah debu, dan kamu akan kembali menjadi debu.” Imam juga dapat mengucapkan kata-kata, “Bertobatlah dan percayalah pada Injil.”
Menurut Gereja Katolik, makna Rabu Abu adalah simbol penebusan dosa yang dijadikan sakramental dengan restu Gereja. Abu juga membantu dipercayai manusia dalam meningkatkan semangat kerendahan hati dan pengorbanan.
Ilustrasi Rabu Abu | Foto: Getty Images/iStockphoto/Kara Gebhardt
|
Perayaan Rabu Abu Bagi Umat Katolik
Rabu Abu dirayakan dengan abu yang berasal dari daun palma yang telah diberkati di hari Minggu Palma pada tahun sebelumnya yang dibakar. Abu berbentuk tanda salib itu dioleskan ke kening dan tidak perlu dipakai sepanjang hari.
Meski begitu, abu yang dioleskan di kening setiap orang tersebut juga boleh dibasuh setelah Misa peringatan Rabu Abu. Namun, banyak orang Katolik yang tetap memakai abunya sebagai kenang-kenangan hingga malam hari.
Makna Rabu Abu bagi umat Katolik mengingatkan manusia untuk menyiapkan diri dengan menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan bertobat dengan cara berpantang dan berpuasa. Dunia ini hanyalah sementara dan Tuhan-lah yang kekal.
Mengutip dari situs Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Kebaktian Rabu Abu sejatinya sudah menjadi bagian dari Liturgi Gerejawi. Dalam Liturgi Gerejawi, Rabu Abu menjadi awal dimulainya masa Prapaskah, di mana umat Katolik melakukan pertobatan.
Penggunaan abu dalam liturgi berasal dari masa Perjanjian Lama. Pada abad ke-5 sebelum masehi, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, Kota Niniwe menyerukan puasa dan mengenakan kain kabung. Raja pun menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu.
Menurut kepercayaan umat Katolik, Yesus juga menyinggung soal penggunaan abu kepada kota-kota yang menolak untuk bertobat dari dosa-dosa mereka. Setelah itu, Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama.
Selama abad pertengahan, gereja telah menggunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah. Rabu Abu bagi umat Katolik sebagai pengingat akan ketidakabadian dan penyesalan atas dosa-dosa yang telah dilakukan, dengan menaburi diri dengan abu serta membalut tubuh mereka dengan kain kabung.
(wia/imk)