Jakarta –
Nama Kanit Pamobvit Polres Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Aiptu Agustinus Satriawan, dianggap berperan dalam mengelola salah satu wisata di Desa Senyubok, Kecamatan Kelapa Kampit. Dia disebut menjadi inisiator menyulap bekas tambang timah, menjadi wisata alam yang saat ini bernama Open Pit Nam Salu.
Hal itu yang membuat namanya diusulkan dalam Hoegeng Awards 2024 oleh pembaca detikcom. Salah satu yang mengusulkannya yakni Wahyu Epan, warga Desa Senyubok, yang mengusulkan Aiptu Agustinus dengan mengisi formulir online di tautan ini.
detikcom kemudian menghubungi Wahyu untuk menggali lebih dalam cerita Aipta Agusnitus tersebut, Senin (12/2/2024). Dia mengatakan saat menyulap lokasi bekas tambang menjadi wisata tersebut, Aiptu Agustinus masih menjabat sebagai Bhabinkamtibmas Desa Senyubok.
“Saya kebetulan warga di tempat dulu Pak Agustinus jadi Bhabinkamtibmas ya. Saya sedikit banyak mendengar kiprah beliau menginisiasi ada satu geosite yang sampai hari ini cukup ada legacy,” kata Wahyu memulai ceritanya.
Wahyu menyebut peran Aiptu Agustinus yaitu mengajak masyarakat desa agar mengelola kawasan bekas tambang tersebut menjadi kawasan wisata. Selain itu, Aiptu Agustinus juga disebut yang semula mempromosikan wisata tersebut hingga seperti saat ini.
“Karena beliau agak melek teknologi, dan kebutuhan atas promosi itu suatu yang penting ya,” ujarnya.
Sejumlah rekan Wahyu kini ada yang menjadi pemandu wisata di bekas tambang tersebut. Menurutnya, kini lokasi tersebut menjadi salah satu wisata di Pulau Belitung yang prioritas untuk dikunjungi.
Wahyu menyebut sebelum menjadi kawasan wisata, lokasi tambang timah tersebut terbengkalai. Lubang bekas galian menganga begitu saja tanpa ada yang merawatnya.
Wisata di bekas lokasi tambang Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung (Foto: dok. Aiptu Agustinus)
|
Meski demikian, ada wisatawan yang sebelumnya berkunjung ke sana. Namun, diperlukan perjuangan lebih untuk mencapainya. Sejak diinisiasi oleh Aiptu Agustinus untuk dikelola, kini aksesnya jauh lebih mudah.
“Sempat setelah off aktivitas tambangnya terbengkalai, jadi tempat yang kayak hidden gem. Jadi kalau orang yang agak punya jiwa petualang bisa menikmatinya tapi dengan effort lebih. Kemudian buka akses, memudahkan orang untuk mengaksesnya,” ucapnya.
Saat ini, lokasi wisata tersebut sudah dikelola secara profesional. Wahyu menyebut pula sudah ada corporate social responsibility (CSR) yang membantu mengelolanya.
Sepengetahuan Wahyu, kelompok bentukan Aiptu Agustinus di awal sudah tidak banyak perperan lagi. Namun, dia menilai kelompok tersebut berperan besar menjadikan tempat wisata itu seperti sekarang ini.
“Secara ide dan semangatnya bisa dikatakan Agustinus and the gang ini punya kontribusi gitu di awal menginisiasi masyarakat lokal, pemuda lokal, untuk punya semangat mengembangkan bisnis wisata yang notabenenya bisa jadi sumber ekonomi tertentu,” tuturnya.
Penambang Ilegal Menjadi Pemandu Wisata
detikcom juga menghubungi Aiptu Agustinus untuk mencari tahu lebih dalam tentang inisiasinya tersebut. Dia mengatakan mulanya mencari kegiatan di luar kepolisian yang positif.
Saat itu sekitar tahun 2017, dia masih menjadi Bhabinkamtibmas Desa Mentawak. Memang secara administratif, lokasi wisata itu tidak berada di Desa Mentawak.
“Awalnya di Desa Mentawak itu ada agrowisata yang ada kegiatan outbond. Saya selama ini banyak kegiatan di pencinta alam, termasuk panjat tebing. Jadi pada saat saya koordinir anak-anak Saka Bhayangkara yang dibina Polsek Kelapa Kampit, saat kami lintas alam ke agrowisata itu, ownernya minta dibantu untuk personel Saka Bhayangkara sebagai operator outbond di sana,” kata dia.
Seiring berjalan waktu, Aiptu Agustinus mulai lebih mengenal warga desa binaannya. Dia mengatakan tak sedikit warga desa yang bekerja sebagai penambang timah ilegal di sana.
Dia melihat risiko yang dihadapi warga sebagai penambang ilegal tidak main-main. Akhirnya, dia memutuskan berupaya agar membina mereka beralih profesi dengan menyulap lokasi bekas tambang menjadi wisata geosite tersebut.
“Mereka menggali lubang yang tidak lebih besar dari drum plastik atau besi itu. Mereka menggali ke kedalaman mungkin bisa sampai 10 meter di bukit itu. Jadi saya bina, kemudian saya buatkan komunitas, kemudian kita bentuklah sebagai guide lokal,” tuturnya.
Wisata di bekas lokasi tambang Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung (Foto: dok. Aiptu Agustinus)
|
_
Aiptu Agustinus mulai mempromosikan kawasan wisata tersebut melalui media sosial (medsos). Hingga masyarakat luar Belitung Timur mulai melirik dan mendatanginya.
Warga binaan Aiptu Agustinus diajarkan menjadi pemandu wisata bagi pengunjung. Mereka memiliki sejumlah program, salah satunya susur gua di sekitar lokasi.
“Karena personel yang saya ubah pola pikirnya dari penambang timah itu jadi guide lokal itu ya yang beraktivitas di sana,” sebutnya.
Dia tak menampik bahwa masih ada aktivitas tambang ilegal di sana. Bahkan beberapa waktu lalu, ada yang tertimbun.
Meski demikian, jumlah penambang ilegal mulai berkurang. Hal itu yang salah satu menjadi tujuannya menyulap kawasan bekas tambang menjadi tempat wisata, hingga memberi memberi manfaat bagi warga sekitar.
“Jadi kalau saya dulu memang merangkul ke masyarakat. Jadi ada warga kita bina untuk membuat tempat kuliner, ada warung gitu kan. Kemudian dibina lagi ada yang menyiapkan untuk souvenir seperti gantungan kunci,” imbuhnya.
Kendala di Awal Merintis
Aiptu Agustinus bercerita kendala yang dialaminya saat awal menyulap kawasan bekas tambang tersebut. Dia mengatakan bahwa masyarakat sebagaian masih tidak terbiasa bertemu orang dari luar wilayahnya.
Selain itu, mereka sudah berada di zona nyaman menjadi penambang ilegal. Namun seiring berjalannya waktu, kendala tersebut bisa diatasi.
“Lambat laun ada rekan saya yang ngomong dengan saya saja masih nunduk, tapi kalau bawa tamu mereka bisa menjelaskan sejarahnya itu pakai ilustrasi tangannya bermain. Jadi warga juga sudah bisa menerima orang yang datang gitu,” ungkapnya.
Ada proses adaptasi yang dilalui oleh warga binaannya. Hingga saat ini, pemandu wisata di kawasan tersebut tidak bisa sembarang orang.
“Sampai kita kemarin diminta sama tim Geopark ini pemandunya nggak bisa sembarangan memandu, harus berkompeten. Kita perintahkan, sekarang ini ada lagi sertifikasi guide orang 5, gantian dulu. Jadi benar-benar bahwa guide di situ sudah berkompeten untuk memandu orang,” ucapnya.
Kendala lainnya di awal yaitu kurangnya fasilitas. Dia mengatakan harus meminjam helm dari kantornya untuk kegiatan wisata. Hingga dinas pariwisata setempat menaruh perhatian dan membantunya.
“Jadi sedikit-sedikit mulai dibantu. Setelah kunjungan makin banyak, warga yang ngelola harus desa mereka,” sebutnya.
Kondisi saat Ini
Meski sudah tidak menjadi Bhabinkamtibmas, Aiptu Agustinus masih memperhatikan kawasan wisata geosite tersebut. Salah satunya karena saat ini jebatan yang diembannya bertanggung jawab atas keberlangsungan kawasan objek vital, yang salah satunya wisata.
“Jarak saya ke lokasi itu ada sekitar 40 menit naik motor. Jadi kami minta yang patroli itu dari polsek. Jadi untuk laporan kita tempat wisata melalui polsek,” bebernya.
Saat ini, kawasan wisata tersebut dikelola oleh pemerintah setempat bersama warga. Dia sendiri merintis pengelolaan wisata hingga tahun 2020 sebelum pengelolaan beralih darinya.
“Sampai tahun 2020 akhirnya sampai saya serahkan ke orang desa,” pungkasnya.
(rdh/hri)