Jakarta –
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengomentari soal sanksi minta maaf petugas KPK yang terbukti lakukan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK. Menurut Sahroni mungkin Dewas melupakan proses hukum.
“Mungkin, Dewas KPK sekarang sudah melupakan ada proses hukum yang memang seharusnya dihukum, tapi hanya minta maaf saja,” kata Sahroni kepada wartawan, Sabtu (17/2/224).
Menurut Sahroni, ada kemungkinan Dewas hanya anggap tindakan itu perbuatan ringan.
“Nah ini menarik, kalau ada hal-hal yang dianggap ringan, berarti Dewas KPK bisa rekomendasi untuk lakukan minta maaf saja,” katanya.
Kemudian, soal permintaan maaf itu direkam dan disebar hanya di media internal KPK, Sahroni tidak sependapat. Menurutnya, lebih baik permintaan maaf itu diliput secara oleh media massa.
“Harusnya minta maaf sekalian diliput secara langsung supaya masyarakat langsung melihat,” katanya.
Dewas Sanksi Minta Maaf 78 Pegawai KPK Terlibat Pungli Rutan
Dewas KPK memberikan sanksi etik berat kepada 78 dari 90 orang yang disidang terkait pungli di Rutan KPK. Dewas KPK pun menjelaskan mengapa 78 orang itu hanya diberikan sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka.
“Perlu saya jelaskan juga, sejak pegawai KPK berubah menjadi ASN pada 1 Juni 2021, maka sanksi etik untuk pegawai hanya berupa sanksi moral. Dalam hal ini permintaan maaf. Yang terberat adalah perminta maaf secara terbuka dan langsung,” ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di gedung ACLC KPK, Kamis (15/2).
Tumpak menegaskan, semenjak pegawai KPK menjadi ASN, hukuman hanya berupa sanksi moral. Sebab, sanksi maksimal pada ASN hanya sanksi moral.
“Bahwa, setelah berubah menjadi ASN, maka hukuman kita tidak bisa lain daripada hukuman yang namanya sanksi moral. Karena, sanksi etik pada ASN itu sanksi moral,” kata dia.
Pengusutan kasus pungli rutan juga dilakukan KPK secara pidana. Kasus itu telah naik ke tingkat penyidikan saat ini. Para pelaku juga diproses secara aturan kepegawaian di Inspektorat KPK.
(aik/idh)