“Jangan mengharapkan pemimpin yang tulus, jika kita semua sebagai pemilih memakai standar transaksional”.
Jakarta 21 Februari 2024 – Pemilu adalah panggung demokrasi yang kompleks, di mana kita seringkali dihadapkan pada dua tipe pemilih: pemilih transaksional dan pemilih rasional. Fenomena pemilih transaksional, yang membuat keputusan berdasarkan imbalan materi atau non-materi, menunjukkan dampak serius pada keberlanjutan demokrasi. Dalam pandangan ini, peran edukasi politik menjadi krusial dalam membentuk pemilih yang lebih rasional. Apa sih dampak negatif Politik Transaksional? Setidaknya ada 3 dampak yang terlihat jelas. Pertama, kita melihat bagaimana pemilih transaksional dapat melemahkan demokrasi. Pemimpin yang terpilih cenderung lebih mementingkan pemenuhan janji kepada “investor” politiknya daripada fokus pada kepentingan rakyat. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam representasi demokratis.
Dampak kedua adalah kemungkinan terhambatnya kemajuan bangsa. Pemimpin yang dipilih tanpa mempertimbangkan visi, misi, dan kapabilitas mungkin tidak memiliki kemampuan atau keinginan untuk memimpin negara menuju perkembangan yang berkelanjutan. Dampak ketiga adalah merusak moral dan integritas masyarakat. Praktik politik transaksional menciptakan budaya di mana kejujuran dan etika diabaikan demi keuntungan pribadi. Peran Edukasi Politik menjadi sangat penting menjadi solusi kunci untuk membentuk pemilih yang lebih rasional. Meningkatkan pemahaman akan pentingnya memilih pemimpin yang kompeten dan berintegritas adalah langkah awal. Pemilih perlu memahami visi, misi, dan rekam jejak kandidat untuk membuat keputusan yang lebih informan.
Selain itu, edukasi politik juga harus mencakup resistensi terhadap godaan imbalan materi atau non-materi. Pemilih perlu diberdayakan dengan pemahaman bahwa keputusan yang berbasis pada iming-iming semacam itu dapat merugikan demokrasi jangka panjang.
@yudhady28