Jakarta –
Maria Evin (42) warga Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) belasan tahun tinggal di gubuk kayu tanpa listrik. Mama Maria sapaan akrabnya, tinggal di sana bersama tiga orang anaknya.
Mama Maria menghidupi keluarganya seorang diri di tengah pelik kehidupan. Raut tangis bahagianya itu terlihat jelas ketika Mensos Risma Triharini datang ke temat tinggalnya itu.
detikcom berkesempatan berkunjung bersama Mensos Risma ke tempat Mama Maria. Terlihat tungku kayu bakar sedang menyala di ruangan berukuran 2 x 3 meter. Asap bakaran pun membaur dalam satu ruang.
Tak ada sekat ruang di gubuk kecil Mama Maria. Semua aktivitas keluarganya dilakukan dalam satu ruang sempit yang sama.
Gubuk kayu Mama Maria di NTT Foto: Gubuk kayu Mama Maria di NTT (Brigitta/detik)
|
Gubuk tempat dia dan ketiga anaknya berlindung pun nyaris ambruk. Dindingnya yang terbuat dari pelepah bambu telah lapuk dimakan usia.
Di salah satu sisi temboknya pun sudah bolong karena dimakan usia. Atap yang seharusnya menghalangi air hujan masuk ke dalam rumah kini berlubang di sana-sini. Dalam situasi itu, mereka harus bergegas mencari tempat berteduh, Rumah tetangga.
“Kalau malam ya dingin. Kalau hujan kan bareng sama angin, berarti kami lari ke rumah tetangga,” kata Maria pada Minggu (25/2/2024).
Kasur empuk mungkin menjadi barang mewah bagi Mama Maria dan ketiga anaknya. Selama ini, mereka berempat tidur beralas tikar usang, tanpa kapuk, tanpa busa, apalagi pegas.
Dusun tempat Mama Maria tinggal telah dialiri listrik oleh negara, namun dia tetap memilih hidup tanpa lampu. Bukan tidak mau, namun karena ketiadaan biaya untuk memasang listrik ditempatnya itu.
Suaminya telah lama merantau ke Kalimantan. Telah lama juga pria itu tidak mengiriminya kabar, apalagi memberi nafkah untuk kehidupan ketiga anaknya.
“Dia beristri lagi, tapi mereka tinggal di Kalimantan.Tahun 2015 tak ada kabar, dari situ mereka lepas tanggung jawab,” ujarnya.
Untuk makan sehari-hari, lanjutnya, Mama Maria bekerja membersihkan kebun milik orang lain dengan upah Rp 30 ribu per hari. Dengan uang itulah Mama Maria membeli beras dan kebutuhan pokok lain untuk anak-anaknya.
Namun, tak setiap hari pemilik kebun meminta jasanya. Itu artinya, tidak setiap hari juga Mama Maria bisa membeli bahan pangan untuk mengisi empat perut di gubuk reyotnya.
“Kadang ada satu minggu (pekerjaan) kadang tidak. Kalau dalam satu minggu itu ada 1 kali. Syukur kalau ada 2 hari mencabut rumput,” ucapnya.
(bel/dek)