Jakarta –
Bhabinkamtibmas Bripka Adi Syafnur sukses mengubah pola pikir warga untuk beralih dari menanam ganja menjadi menanam palawija. Kondisi sosial dan kondisi ekonomi masyarakat di Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya, Aceh, itu pun berubah setelah mereka menanam palawija.
Bripka Adi yang juga menjabat sebagai kapospol itu merupakan kandidat dalam program Hoegeng Corner 2023. Atas dedikasinya, dia kembali diusulkan menjadi kandidat dalam program Hoegeng Awards 2024.
Salah satu pihak yang memberikan testimoni mengenai dedikasi Bripka Adi yaitu Kepala Desa Blang Meurandeh, Samsuar. Dia mengatakan berkat bantuan Bripka Adi, masyarakat Beutong Ateuh kini mayoritas telah beralih menanam palawija.
“Jadi ingin mengubah nasib hidup dari pola kebiasaan yang memang melanggar hukum menanam ganjar menjadi ke palawija. Itu Alhamdulllah berkat bimbingan bantuan dari beliau, masyarakat ini hampir sekarang 70 persen boleh dibilang sudah beralih ke palawija, malah hampir 90 persen lah ke palawija,” ujar Samsuar.
Samsuar mengatakan salah satu strategi yang digunakan Bripka Adi untuk membujuk warga yaitu dengan terjun langsung kepada masyarakat untuk memberikan motivasi. Bripka Adi mengajarkan kepada masyarakat tentang cara menanam palawija.
“Dan banyak masyarakat yang memang sekarang saya lihat dengan mengubah mindset, hidupnya ada peningkatan ekonomi yang signifikan di kampung,” ujar Samsuar.
Selain itu, Bripka Adi bersama Samsuar juga memberikan pemahaman kepada warga mengenai perbedaan menanam ganja dan palawija. Samsuar menyebut kenyamanan menjadi aspek utama masyarakat berpindah menjadi menanam palawija.
“Jadi kan yang cara mengajaknya kita membanding-bandingkan, termasuk saya terlibat di situ, jadi kita membanding-bandingkan. Kenyamanan hidup yang pertama, misal kita tanam cabai, jadi hasilnya itu kalau sekarang harganya meningkat tetapi hasilnya tidak diperdayakan. Jadi kalau tanam ganja kan dari tanam, dari tanam harus sembunyi, dari jual kita harus sembunyi, kemudian sudah ada uang juga kita harus sembunyi. Jadi kenyamanan dalam menanam ganja itu tidak ada,” ujar Bripka Adi.
Selain itu, kata Samsuar, menanam palawija juga membuat masyarakat lebih dekat dengan keluarganya. Sebab, jika masyarakat menanam ganja, mereka harus masuk ke hutan dan beberapa hari tidak bertemu keluarga.
“Misal tanam ganja, kalau tanam ganja kan masuk ke hutan itu kan sampai beberapa malam nggak ketemu anak istri tapi kalau tanam cabai hasilnya sangat memuaskan, jadi kita dekat dengan istri dekat dengan anak, jadi motivasi-motivasi ini kita berikan, jadi pandangan-pandangan seperti itu jadi ayo kita bersama-sama,” ujar Samsuar.
Cerita mengenai dedikasi Bripka Adi juga disampaikan Camat Beutong Ateuh Banggalang, Rustam Efendi. Rustam mengatakan Bripka Adi merupakan sosok teladan bagi masyarakat.
“Jadi Pak Adi ini menjadi contoh teladan bagi masyarakat Beutong Ateuh dan pola pikirnya bisa mengubah dari pola pikir masyarakat tanam ganja ke palawija seperti cabai dan lain-lain,” ujar Rustam saat dihubungi terpisah.
Bripka Adi Syafnur Arisal di Aceh (Foto: Dok Istimewa)
|
Menurut Rustam, salah satu strategi yang dilakukan Bripka Adi untuk mengubah pola pikir warga yaitu dengan memberikan contoh dengan menanam langsung palawija. Selain itu, Bripka Adi juga membantu warga dengan menyediakan angkutan yang nantinya membawa hasil tanam palawija.
“Pak Adi langsung memberikan contoh, begitu langsung diberikan modal kemudian bibitnya kemudian sudah banyak yang pendapatannya sudah beralih ke cabai, sudah banyak penghasilannya, ada yang sudah beli mobil dengan tanam cabai itu,” ujar dia.
Dalam wawancara sebelumnya, Bripka Adi telah menjelaskan mengenai awal mula dirinya mengajak warga menanam palawija. Ide mengajak warga untuk beralih menanam palawija itu muncul setelah dirinya melakukan kunjungan ke sejumlah warga.
“Sebenarnya selama ini banyak kita dengarkan di Beutong Ateuh, banyak mayoritas itu menanam ganja, bahkan pernah operasi dari Mabes dulu di tahun 2021, jadi kemudian dari Polres dari Polda. Jadi kemudian saya itu mengambil inisiatif sendiri mengajak masyarakat untuk mengubah pola pikir masyarakat yang menanam ganja itu untuk tanam palawija,” kata Bripka Adi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (16/11).
Adi sudah menjadi Bhabinkamtibmas di Beutong Aceh selama 3 tahun. Dia menceritakan dulu sering ada operasi penggagalan peredaran ganja yang pusatnya di Beutong Ateuh.
“Kalau Polres Nagan Raya ini kalau ada operasi ganja dari dulu itu memang di Beutong Ateuh. Ketika ada tempatnya orang yang ketangkap ganja itu asal muasalnya itu dari Beutong Ateuh,” ujar Adi.
Dia menuturkan ada sejumlah langkah untuk mengubah pola pikir warga untuk tidak menanam ganja. Salah satunya dengan melakukan sosialisasi mengenai bahaya ganja.
“Kita memberikan sosialisasi tentang dampak daripada yang ditimbulkan ganja, efek dari ganja yang dijual bagaimana mayoritas dari masyarakat Indonesia itu bisa jadi bodoh,” ujar Adi.
Selain itu, Adi juga melakukan pendekatan ke sejumlah tokoh di majelis taklim. Dia mengajak para tokoh itu menjelaskan kepada masyarakat mengenai hukum menanam ganja dan mengedarkannya.
“Kemudian saya mengajak tengku-tengku di tempat majelis, kan kita ada pendidikan majelis taklim itu. Jadi saya ajak tengku pesantren itu kalau bisa ditekankan secara agama haramnya ganja itu apa, apabila kita menghasilkan dari uang itu, kemudian kita membiayai pendidikan anak,” ujar Adi.
Dari berbagai pendekatan yang dilakukan Adi itu, masyarakat secara perlahan-lahan mulai sadar. Terlebih lagi, beberapa masyarakat di sana tertangkap karena mengedarkan ganja.
“Kemudian beralihlah menanam. Karena dulu susah pemasarannya di Beutong Ateuh, bahkan saya sendiri, yang memasarkan, cabai ada, terong ada tanaman lain, saya sendiri yang memasarkannya supaya itu harga bisa terjangkau karena jarak tempuh dari perjalanan sekitar 2 jam Nagan Raya ke Beutong Ateuh,” ujar Adi.
Adi pun membantu masyarakat dengan uang pribadinya untuk memasarkan cabai sampai akhirnya berhasil. Setelah satu kelompok berhasil, akhirnya langkah menanam palawija itu diikuti oleh masyarakat lain.
“Jadi supaya mau aja dulu mencoba karena di sana kebanyakan panen padi itu setahun sekali karena lahan tidur, itu terbengkalai selama beberapa puluhan sampai 10 bulan terbengkalai. Kalau nggak tanam di hutan, kita tanam di sawah, dicoba dulu, jadi Alhamdulilllah ada beberapa kelompok berhasil, jadi ketika satu kelompok berhasil kemudian baru yang lain mengikuti,” ujar Adi.
(knv/aud)