Jakarta –
Pihak korban dugaan pelecehan Rektor Universitas Pancasila (UP) mengaku dimutasi usai melaporkan kasus itu ke pihak kepolisian. Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) mengatakan mutasi korban tidak berkaitan dengan kasus yang menimpanya.
“Ini kaitannya dengan akreditasi sebetulnya. Jadi kebetulan akreditasi yang kami proses di sekolah pascasarjana itu akan mendapatkan kunjungan visitas dari itu besok tanggal 6 (Maret) prosesnya sudah setahun lalu,” kata Plt Rektor Up Sri Widyastuti dalam konferensi pers di Universitas Pancasila, Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2024).
Korban inisial R diketahui dimutasi ke Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila. Sri mengatakan mutasi itu untuk keperluan tenaga baru.
“Jadi kami membutuhkan tenaga untuk mempersiapkan akreditasi tersebut. Nah pada saat dibutuhkan sebuah unit kerja, tim yang akan membantu tim akreditasi itu kami dari rektorat akan support,” tambahnya.
“Nah kebetulan ada dua yang bisa bantu. Kami posisikan dalam hal ini adalah untuk mempersiapkan akreditasi. Itu sebetulnya prosesnya awal awalnya. Memang kebetulan kami di bidang akademik seperti itu. Ya kekurangan pegawai di sekolah pasca sarjana sebetulnya seperti itu,” jelasnya.
Sri membantah mutasi korban karena kasus pelecehan yang dilaporkannya. Dia mengaku pihaknya hanya memberikan tenaga kerja untuk kebutuhan akreditasi di Kampus Pascasarjana.
“Kalau pada saat itu kami akademik tidak dapat laporannya. Sesuai dengan porsi kami di bidang akademik untuk kebutuhan akreditasi ya kami berikan tenaga kerja.
Korban Ngaku Dimutasi Usai Lapor Pelecehan Rektor Universitas Pancasila
Korban dugaan pelecehan Rektor Universitas Pancasila mengaku sempat mengadu kepada atasannya. Namun, bukannya mendapat perlindungan, korban justru malah dimutasi. Dugaan pelecehan itu terjadi di ruangan rektor tersebut. Peristiwa itu terjadi pada medio Februari 2023.
“Atas insiden itu, korban langsung keluar dari ruangan dan mengadu kepada atasannya. Namun, pada 20 Februari 2023, korban malah mendapatkan surat mutasi dan demosi,” kata kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (23/2)
Korban kemudian menempuh jalur hukum. Pada 12 Januari 2024, korban melaporkan rektor tersebut ke Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 12 Januari 2024. Korban melaporkan rektor tersebut dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
(ygs/ygs)