Jakarta –
Iptu I Wayan Suwita diusulkan untuk Hoegeng Awards 2024 karena menggagas bank sampah di Kuta Selatan, Denpasar, Bali. Ps Kanit Binmas Polsek Kuta Selatan itu juga membina ibu-ibu setempat membuat kerajinan dari barang berkas.
Iptu Wayan sebelumnya telah diusulkan sebagai kandidat Hoegeng Corner. Kini dia kembali diusulkan untuk Hoegeng Awards 2024 karena aksinya yang peduli terhadap lingkungan itu.
Salah seorang warga Bali, Ni Kadek Suyatni, memberikan kesaksiannya tentang Iptu Wayan. Ni Kadek adalah penggiat lingkungan yang juga memiliki tempat pengolahan sampah.
Kadek adalah Ketua TPS 3R Panca Lestar Tanjung Benoa, Nusa Dua. Dalam mengembangkan TPS ini, Kadek mengaku banyak belajar dari Iptu Wayan yang telah mendirikan Bank Sampah Abukasa.
“Dari sebelum saya dirikan TPS 3R, ini kan berdirinya tahun 2021, beliau sudah bertugas di sini sebelum itu beliau sudah turun ke banjar-banjar (setara dengan RW, red) untuk sosialisasi masalah persampahan,” kata Kadek kepada detikcom.
“Selain beliau menjadi polisi, di rumahnya dia juga memiliki bank sampah, dia pegiat juga itu punya bank sampah,” katanya.
Warga setempat, kata Kadek, sangat mengenal sosok Iptu Wayan. Menurutnya, Iptu Wayan adalah polisi sangat peduli dengan kebersihan lingkungan.
“Kalau sosok beliau sangat familiar dan beliau sangat merakyat terhadap kita di sini, khususnya di Kuta Selatan juga. Beliau yang dari dulu memang bertugas di Kuta Selatan, beliau juga sangat concern terhadap kebersihan lingkungan, persampahan,” sebut dia.
Selain itu, Kadek menyebut bank sampah yang dibangun oleh Iptu Wayan juga menampung tenaga kerja. Bank sampah ini akan membeli sampah yang telah dipilah oleh warga. Sampah organik akan diolah kembali untuk kompos. Sementara anorganik akan didaur ulang atau recycle.
“Ada dia punya lahan kosong itu yang dipergunakan dengan menampung banyak tenaga kerja juga, dengan mengambil sampah-sampah anorganik juga untuk bank sampahnya,” sebut dia.
Iptu I Wayan membina warga untuk bikin kerajinan tangan dari barang bekas. (Foto: dok. Istimewa/Foto diberikan oleh Ni Kadek)
|
Kadek menyebut Iptu Wayan adalah pembina bagi pegiat lingkungan dan bank sampah di Kuta Selatan. Iptu Wayan, kata dia, sering memberikan alat-alat kebersihan kepada lingkungan setempat.
“(Pak Wayan) sebagai pembina, karena sampai sekarang pun beliau disebut polisi banjar, karena di sini sistem banjar bukan RW, dia memberi bantuan masalah alat-alat kebersihan seperti sapu lidi, sapu ijuk, alat pel juga, sering,” ujarnya.
Pada Sabtu dan Minggu, Iptu Wayan sering berkunjung ke tempat pengolahan sampah, salah satunya ke TPS 3R. Ketika berkunjung itu, Iptu Wayan akan melakukan sosialisasi. Dia juga mengajarkan warga untuk memanfaatkan barang bekas menjadi barang jadi dan siap dipasarkan.
“Beliau lah yang mengajarkan kami untuk recycle. Ada namanya recycle kertas HVS menjadi barang berharga. Namanya dulang nampan dan tudung untuk upacara adat Hindu di Bali, juga untuk tempat buah di hotel-hotel juga villa, dari kertas HVS bekas,” kata Kadek.
Iptu I Wayan membina warga untuk bikin kerajinan tangan dari barang bekas. (Foto: dok. Istimewa/Foto diberikan oleh Ni Kadek).
|
Menurut Kadek, Iptu Wayan sering melakukan sosialisasi kepada warga untuk peduli kepada lingkungan. Biasanya dia akan bertemu dengan ibu-ibu PKK untuk melakukan penyuluhan.
“Kalau ke TPS saya iya sering, tapi ke ibu-ibu dan PKK ke masing-masing banjar, semua komunitas kayaknya dia sudah, karena saya melihat foto-foto dan saya sering diajak untuk itu,” sebut dia.
Cerita Iptu Wayan Gagas Bank Sampah
Selama hampir 12 tahun, Iptu Wayan Suwita berupaya merubah pola pikir masyarakat setempat dengan membangun dan mengelola bank sampah Abukasa. Hal itu bermula saat dia prihatin dengan perilaku warga yang masih membuang sampah sembarangan.
“Sekitar 2012, saat itu saya pangkat aiptu di Satuan Sabhara Polsek Bandara Ngurah Rai. Awalnya sebetulnya begini ceritanya, kakak saya (I Nyoman Astawa), sebagai kepala lingkungan di Desa Peguyangan, Denpasar Utara melihat perilaku oknum masyarakat yang suka membuang sampah sembarangan. Padahal sudah diberi imbauan, sudah diedukasi di banjar, sudah dibuatkan spanduk juga, tapi masih banyak juga masyarakat yang tidak mau peduli terhadap sampah,” kata Wayan kepada detikcom, Jumat (27/10/2023).
Wayan menuturkan kakaknya lalu punya ide pengelolaan sampah warga dengan membuat bank sampah. Wayan dan kakaknya ingin anggapan masyarakat soal sampah tak berguna dan tak bernilai berubah.
“Sehingga timbul ide dari kakak saya, dan kebetulan karena saya polisi yang sekaligus peduli lingkungan, kita langsung buat rencana bagaimana kita beli sampah warga, supaya mengubah mindset mereka. Kami minta masyarakat memilah sampah rumah tangganya, kemudian botol-botol dan sampah elektronik itu kami beli dari warga. Karena sampah elektronik itu sebelumnya dibakar oleh warga, asapnya itu lebih berbahaya dengan asap yang lain, itu bisa menyebabkan kanker,” jelas Wayan.
Ps Kanit Binmas Polsek Kuta Selatan, Polresta Denpasar, Bali, Iptu I Wayan Suwita dirikan dan kelola Bank Sampah Abukasa di Denpasar Utara. Foto: dok. istimewa
|
Nama Abukasa, tutur Iptu Wayan, diambil dari sebuah cerita legenda satu desa meminta tirta atau air suci ke Jro Dukuh untuk Upacara Yadnya. Dalam cerita legenda tersebut, dulu tidak ada sumur yang terbuat dari beton sehingga air sedikit keruh air dan kemudian diberi mantra atau doa.
“Setelah itu air tirta tersebut dibawalah oleh dua orang dari griya dukuh ke tempat upacara, namun di tengah perjalanan mereka berbincang-bincang dengan mengatakan, ‘Ini air tirta yang diberi oleh Jro Dukuh, airnya keruh sekali. Kalau ini kita kasih warga minum, nanti bisa sakit perut. Gimana kita buang saja nanti, kita ganti dengan air yang bersih’,” jelas Iptu Wayan soal sejarah penamaan bank sampah Abukasa.
“Nah pas di tempat bank sampah saya inilah air tirta itu dibuang, dan pada saat dibuang, alang-alang di sekitaran sana hangus terbakar sehingga penuh dengan abu dan berwarna putih seperti kasa. Dari situlah nama bank sampah ini menjadi Abukasa,” sambung dia.
Iptu Wayan dan kakaknya kemudian melihat-lihat lalu mempelajari konten tentang pengolahan sampah di internet. Selanjutnya I Nyoman Astawa, selaku kepala lingkungan, memberlakukan tarif uang kebersihan lingkungan Rp 20.000 per bulan per rumah warga.
“Kami belajar di YouTube, di Google (tentang pengolahan sampah-red), kemudian kami coba pelajari. Kalau (sampah) daun itu kami tidak timbang, tapi kami ambil di rumah-rumah penduduk di banjar saya, tiap bulan warga bayar Rp 20 ribu untuk sampah daun. Kalau mereka rajin memilah sampah di rumahnya, botol-botol itu mereka bisa timbang ke kami dan tabung ke kami,” ujar Wayan.
“Bila tidak ada lagi botol-botol air mineral yang berserakan, atau masuk di selokan, sehingga pada saat musim hujan pencegahan nyamuk DBD (demam berdarah dengue) sudah bisa kami laksanakan pelan-pelan,” imbuh Iptu Wayan.
Iptu Wayan dan kakaknya lalu mulai mensosialisasikan ke warga, bahwasanya sampah botol, plastik bekas dan kertas hingga elektronik dapat ‘di-uang-kan’. Semisal satu karung plastik akan dihargai Rp 10.000 oleh bank sampah.
“Kami beli sendiri, kami buatkan buku tabungan, kami catat namanya. Mereka menabunglah ke bank sampah kita. Kami tidak ingat berapa modal yang kami keluarkan pertama, karena misalnya warga menabung 1 karung sampah, paling kami beli di harga Rp 10 ribu. itu kan tidak perlu modal besar,” terang Wayan.
Bank sampah ini juga menampung tenaga kerja. Dia lalu menerangkan gaji untuk orang yang bekerja di bank sampah didapat dari uang kebersihan bulanan dari rumah-rumah warga. Uang tersebut juga digunakan untuk merawat motor roda tiga pengangkut sampah.
(lir/hri)