Jakarta –
Sepekan jelang Ramadan, pedagang di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, mengeluh sepi pembeli. Pedagang di Pasar Jatinegara mengaku belum mendapatkan kenaikan penjualan yang signifikan.
Jacob (27), seorang pedagang kurma di Pasar Jatinegara sejak tahun 2005, menyebut harga barang yang beredar masih belum stabil. Menurutnya, persaingan yang terjadi bukan antar pedagang di pasar, namun dengan penjual online.
“Tahun kemarin bisa dibilang seminggu sebelum Ramadan harga sudah stabil. Terus pelanggan juga sudah pada banyak berdatangan ke pasar. Tahun sekarang itu nggak, sudah zamannya online. Itu mereka mikir, sudah mendingan santai di rumah, pesan dari HP,” kata Jacob di Pasar Jatinegara, Rabu (6/3/2024).
Jacob mengaku pembeli sepi imbas merebaknya aktivitas perdagangan di social commerce. Dia meminta ada peraturan mengenai kebijakan jual beli online.
“Ke depannya, lebih ke masalah jual beli di online. Sebaiknya ada peraturan, contohnya importir jangan main online lah. Soalnya itu berpengaruh rama reseller-reseller. Kita ambil gitu loh, maksudnya kita ambil dari importir, kok importir malah main online. Jadi harganya tuh nggak sebanding. Jadi biar stabil harganya,” kata Jacob.
“Biar kelihatan pengeluaran dan pemasukan lebih jelas. Dari harga kita bisa imbangin lah. Kalau kita lawan importir kan ibarat kita lawan kelas kakap kan. Nggak sebanding,” lanjut Jacob.
Sementara, Shion (38), pedagang lama yang telah berjualan kurma di Pasar Jatinegara sejak generasi ketiga, menyebut ada kenaikan penjualan jelang Ramadan. Meskipun, kata Shion, tokonya tidak seramai Ramadan tahun lalu.
“Ya kalau penurunan pasti, pasti ada. Dibanding apalagi kalau sebelum-sebelum COVID-19, itu jauh. Sebelum sekarang. Sekarang itu jauh. Cuma, kalau buat (kenaikan) penjualan sih ada. Memang nggak seramai dulu. Kalau dulu kan kita kayak berdesak-desakan kan. Kalau sekarang nggak,” kata Shion.
Pedagang kurma di Pasar Jatinegara, Shion (38) Foto: Rifka/detikcom
|
Mengenai penjualan online yang kini masif dan banyak diminati masyarakat, Shion mengaku hanya bisa pasrah. Shion mengaku bingung soal harga murah yang ditawarkan oleh para pedagang online, khususnya di aplikasi berjualan live yang saat ini tengah marak.
“Nah itu yang saya nggak ngerti. Itu kenapa bisa jual di bawah modal kita. Saya kan sering lihat, ada pedagang, tidak tahu daerah mana, kemungkinan daerah Tanah Abang. Misal kita jual Rp 60 ribu dia bisa jual cuma Rp 38 ribu. Bedanya jauh, itu saya nggak ngerti. Apa ada yang subsidi, atau bagaimana, sampai bisa jual harga segitu. Itu yang bikin nggak ngertinya. Gitu doang,” jelas Shion.
(whn/imk)