Jakarta –
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kemungkinan awal Ramadan 2024 atau 1445 Hijriah akan berbeda. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau masyarakat saling menghormati dan menghargai pilihan sesuai keyakinan masing-masing.
“Ya kita berharap semua saling menghormati dan menghargai pilihan sesuai keyakinan masing-masing,” kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) kepada wartawan, Minggu (10/3/2024).
Fahrur mengimbau masyarakat umum mengikuti ketetapan pemerintah terkait penentuan awal Ramadan 1445 H. Hal itu, katanya, agar terjadi kekompakan umat Islam secara umum dalam memulai puasa dan hari raya.
“Namun bagi masyarakat umum kita mengimbau agar mengikuti ketetapan pemerintah saja, agar terjadi harmoni dan kekompakan umat Islam secara umum dalam memulai puasa dan hari raya,” ujarnya.
Fahrur mengatakan di Indonesia sudah ada sidang isbat yang bisa menjadi wadah diskusi semua ormas Islam. Fahrur mengaku yakin Kemenag sudah mengakomodasi semuanya.
Sebagaimana dilakukan di seluruh dunia, penetapan awal Ramadan dan hari raya ditentukan oleh pemerintah, tidak ada ormas atau lembaga yang melakukan penentuan sendiri.
“Di Indonesia sudah ada sidang isbat yang bisa menjadi wadah diskusi semua ormas Islam dalam penentuan tersebut. Kemenag saya yakin sudah mengakomodir semuanya,” imbuhnya.
Potensi Beda Awal Ramadan
BMKG sebelumnya merilis laporan prediksi ketinggian hilal untuk menentukan awal Ramadan di Indonesia. Hasilnya, ada kemungkinan awal Ramadan 1445 H akan berbeda.
Dari laporan itu, awal Ramadan berpotensi jatuh pada hari yang berbeda sesuai dengan penghitungan yang digunakan. BMKG menjelaskan konjungsi merupakan kondisi ketika bulan dan matahari mempunyai bujur ekliptika yang sama.
Disebutkan, konjungsi geosentrik (ijtima’) akan kembali terjadi pada Minggu, 10 Maret 2024 pada pukul 09.00 UT atau pukul 16.00 WIB atau pukul 17.00 WITA atau pukul 18.00 WIT.
Laporan BMKG menyebutkan, pada 10 Maret 2024, waktu matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.51 WIT di Waris, Papua. Sementara waktu matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.50 WIB di Banda Aceh, Aceh.
“Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi terjadi setelah matahari terbenam tanggal 10 Maret 2024 di sebagian wilayah Indonesia,” tulis BMKG seperti dilihat detikcom, pada Jumat (23/2).
Berdasarkan hal ini, menurut BMKG, secara astronomis pelaksanaan rukyat hilal penentu awal Ramadan 1445 H bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuannya adalah setelah matahari terbenam tanggal 10 bagi yang di tempatnya konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam.
Serta pada tanggal 11 Maret 2024 bagi yang konjungsinya terjadi setelah matahari terbenam. Sedangkan bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal Ramadan 1445 H perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab. Yakni saat matahari terbenam pada 10 dan 11 Maret.
Prediksi BRIN
Dikutip dari laman resmi BRIN, Kementerian Agama (Kemenag) menggunakan kriteria baru yang mengacu pada hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada 2021. Penerapan kriteria baru MABIMS berdampak pada perubahan dalam penghitungan dan penetapan awal bulan Hijriah.
“Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan surat bersama ad referendum pada 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai tahun 2022,” kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, Thomas Djamaludin dalam acara Media Lounge Discussion (MELODI) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, dikutip di laman resmi BRIN, Minggu (10/3).
Berdasarkan hasil kesepakatan MABIMS, kriteria hilal berubah menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Thomas mengatakan perubahan kriteria tersebut berpengaruh terhadap penentuan awal bulan Hijriah terutama di Indonesia yang menggunakan metode hisab dan rukyat.
Thomas memaparkan perhitungan ini berpotensi akan ada perbedaan awal puasa pada Ramadan tahun ini, namun akan ada kesamaan pada awal bulan Syawal. BRIN memprediksi awal puasa diperkirakan dimulai 12 Maret 2024, dan Idul Fitri atau 1 Syawal 1445 Hijriah akan jatuh bersamaan pada tanggal 10 April 2024.
“Terkait perbedaan yang terjadi lebih karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas yang belum bisa disatukan, tetapi Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia terus mengupayakan adanya persamaan. Perbedaan yang ada harus kita hormati namun upaya untuk mencari titik temu harus kita teruskan,” kata Thomas.
(whn/knv)