Jakarta –
Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menanggapi soal potensi perbedaan awal Ramadan 1445 Hijriah. Muhadjir mengatakan umat Islam yang puasa besok atau lusa harus tetap menjaga dan merawat sikap tenggang rasa.
“Baik yang puasa duluan maupun yang puasa kemudian, tetap menjaga dan merawat tenggang rasa yang selama ini sudah terbangun dengan kokoh,” kata Muhadjir Effendy kepada detikcom, Minggu (10/3/2024).
Potensi Beda Awal Ramadan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya merilis laporan prediksi ketinggian hilal untuk menentukan awal Ramadan di Indonesia. Hasilnya, ada kemungkinan awal Ramadan 1445 H akan berbeda.
Dari laporan itu, awal Ramadan berpotensi jatuh pada hari yang berbeda sesuai dengan penghitungan yang digunakan. BMKG menjelaskan konjungsi merupakan kondisi ketika bulan dan matahari mempunyai bujur ekliptika yang sama.
Disebutkan, konjungsi geosentrik (ijtima’) akan kembali terjadi pada Minggu, 10 Maret 2024 pada pukul 09.00 UT atau pukul 16.00 WIB atau pukul 17.00 WITA atau pukul 18.00 WIT.
Laporan BMKG menyebutkan, pada 10 Maret 2024, waktu matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.51 WIT di Waris, Papua. Sementara waktu matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.50 WIB di Banda Aceh, Aceh.
“Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi terjadi setelah matahari terbenam tanggal 10 Maret 2024 di sebagian wilayah Indonesia,” tulis BMKG seperti dilihat detikcom, pada Jumat (23/2).
Berdasarkan hal ini, menurut BMKG, secara astronomis pelaksanaan rukyat hilal penentu awal Ramadan 1445 H bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuannya adalah setelah matahari terbenam tanggal 10 bagi yang di tempatnya konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam.
Serta pada tanggal 11 Maret 2024 bagi yang konjungsinya terjadi setelah matahari terbenam. Sedangkan bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal Ramadan 1445 H perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab. Yakni saat matahari terbenam pada 10 dan 11 Maret.
Prediksi BRIN
Dikutip dari laman resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Agama (Kemenag) menggunakan kriteria baru yang mengacu pada hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada 2021. Penerapan kriteria baru MABIMS berdampak pada perubahan dalam penghitungan dan penetapan awal bulan Hijriah.
“Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan surat bersama ad referendum pada 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai tahun 2022,” kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, Thomas Djamaludin dalam acara Media Lounge Discussion (MELODI) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, dikutip di laman resmi BRIN, Minggu (10/3).
Berdasarkan hasil kesepakatan MABIMS, kriteria hilal berubah menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Thomas mengatakan perubahan kriteria tersebut berpengaruh terhadap penentuan awal bulan Hijriah terutama di Indonesia yang menggunakan metode hisab dan rukyat.
Thomas memaparkan perhitungan ini berpotensi akan ada perbedaan awal puasa pada Ramadan tahun ini, namun akan ada kesamaan pada awal bulan Syawal. BRIN memprediksi awal puasa diperkirakan dimulai 12 Maret 2024, dan Idul Fitri atau 1 Syawal 1445 Hijriah akan jatuh bersamaan pada tanggal 10 April 2024.
“Terkait perbedaan yang terjadi lebih karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas yang belum bisa disatukan, tetapi Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia terus mengupayakan adanya persamaan. Perbedaan yang ada harus kita hormati namun upaya untuk mencari titik temu harus kita teruskan,” kata Thomas.
(whn/knv)