Jakarta –
Memberantas korupsi menjadi tugas utama Aipda Wardika sebagai Kanit Tipikor Satreskrim Polres Simeulue. Di balik itu, dia juga ternyata aktif membantu melestarikan penyu di kawasan Kabupaten Simeulue, Aceh.
Sejumlah cara dilakukan Aipda Wardika menjaga ekosistem di Simeulue, khususnya Pantai Along, agar tetap seimbang. Hingga saat ini, apa yang dilakukannya dirasakan oleh masyarakat.
Hal itu yang membuatnya diusulkan sebagai kandidat Hoegeng Awards 2024, Senin (26/2/2024). Dia diusulkan oleh warga di sekitar Pantai Along bernama Kadri Amin melalui tautan berikut ini.
Kabupaten Simeulue sendiri merupakan gugusan beberapa kepulauan, dengan pulau utamanya yaitu Pulau Simeulue. Lokasinya berada terluar di Indonesia.
Kadri mengungkap bahwa dirinya kerap melihat Aipda Wardika di Pantai Along. Sebelum hadirnya Aipda Wardika, warga kerap memperebutkan telur penyu di sana.
“Saya kebetulan warga Simeulue, saya kerap melihat dia di Pantai Along. Kebetulan Pantai Along itu dekat dengan kampung saya. Nah dulu di Pantai Along itu setiap malam itu penyu naik. Nah itu biasanya telurnya dibagi-bagi, direbutin sama masyarakat,” kata Kadri.
Sekitar 3-4 tahun lalu, Kadri mulai mengenal Aipda Wardika. Dia melihat perlahan-lahan, tempat khusus bertelur untuk penyu disiapkannya.
Kemudian tempat tersebut ada yang menjaganya. Kadri menyebut Aipda Wardika merangkul masyarakat sekitar dalam menjalankan aksinya tersebut.
“Pertama dia menyampaikan bahwa penyu ini penting bagi alam, terutama laut, terutama lagi penyu belimbing, bisa menyelamatkan,” tuturnya.
Menurutnya, Aipda Wardika terus mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa telur penyu perlu dijaga dengan baik. Sebab, bisa menjaga ekosistem agar terus seimbang.
Kadri menyebut Aipda Wardika tidak dengan mudah melakukan hal tersebut. Meski sosialisasi telah digalakkan, masih ada masyarakat yang membandel.
“Tapi sekarang saya lihat sudah banyak yang berpartisipasi pemuda-pemudanya di situ. Sampai sekarang itu masih,” ucapnya.
Kadri menyebut Aipda Wardia sangat mencintai penyu di sana. Sebab, populasi penyu bagi Aipda Wardika penting untuk keseimbangan kehidupan di laut.
“Karena kan bisa ikan-ikan bisa tumbuh dengan baik kalau banyak penyu,” jelasnya.
Aipda Wardika bersama warga menjaga telur penyu di Simeulue, Aceh (Foto: dok. istimewa)
|
Menjaga Populasi Penyu di Tapal Batas
Dihubungi terpisah, Aipda Wardika menceritakan awal mula dirinya turun melestarikan penyu. Kegiatannya tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2019.
Saat itu, ramai penjualan telur penyu di Kabupaten Simeulue. Dia merasa prihatin, sebab penyu tersebut tergolong langka dan dilindungi.
“Terletak di kepulauan terluar dan termasuk tapal batas di Pulau Selaut dan Along. Kita prihatin, kita amankan beberapa (telur penyu), kemudian kita sosialisasikan,” kata Aipda Wardika.
Saat itu, Aipda Wardika tidak melakukan penegakan hukum. Hal itu karena banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan tentang penyu sebagai hewan yang dilindungi.
Dia memiliki prinsip bahwa penegakan hukum adalah langkah terakhir. Maka, yang dilakukannya adalah memberi pemahaman kepada masyarakat.
“Pada saat itu telur-telur yang diamankan tersebut ditanam kembali secara simbolis. Walaupun pada saat itu, tidak berpotensi untuk hidup kembali. Karena kan tidak seusai dengan prosedur,” tuturnya.
Aipda Wardika kemudian bekerja sama dengan rekan-rekan dari LSM dan warga sekitar. Mereka berkolaborasi melestarikan telur penyu.
Kerja kolaborasi mereka dimulai pada tahun 2020. Dimulai dari Pulau Selaut yang menjadi lokasi terluar Indonesia di Kabupaten Simeulue.
“Itu hasil pemantauan kita bersama rekan-rekan LSM, di sana banyak bersarang. Kemudian kita buat semacam tempat dikumpulkannya relokasi telur. Penyu kan bertelur sembarangan. Setelah bertelur, kita amankan telurnya, kita taruh dan dijaga bersama kawan-kawan sampai penetasan,” bebernya.
Ada beberapa jenis penyu yang kerap bertelur di Pulau Selaut. Menurut dia, yang paling langka adalah jenis penyu belimbing. Penyu belimbing, kata Aipda Wardika, memiliki ukuran yang besar. Dia pernah menemukan penyu belimbing dengan ukuran sekitar 3 meter.
“Karena saya putra daerah asli dari Simeulue, ya prihatin dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya merugikan alam,” sebutnya.
Hal itu dilakukan Aipda Wardika di luar jam berdinasnya. Sehingga, tidak mengganggu tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri. Meskipun tak jarang dia merasa banyak yang di korbankan, seperti waktu dan biaya. Namun dia merasa senang dengan manfaat dari kegiatannya tersebut.
“Kita sudah mendirikan kelompok kecil untuk kegiatan konservasi. Warga nelayan, kawan-kawan yang peduli, yang tertarik melihat postingan saya di TikTok. Kita mengajak orang ke arah positif,” ujarnya.
Aipda Wardika bersama warga menjaga telur penyu di Simeulue, Aceh Foto: dok. istimewa
|
Tak Ada Lagi Jual-Beli Telur Penyu
Dahulu, aktivitas jual beli telur penyu dianggap hal lazim oleh warga. Aipda Wardika menyebut telur penyu dijual untuk dikonsumsi.
Warga tetap memperjual belikan telur penyu meski sudah ada aturan yang melarangnya. Hal itu karena ketidaktahuan mereka bahwa penyu merupakan hewan yang dilindungi.
“Kalau kemarin mereka tahu dilarang, mungkin kita sudah proses hukum,” imbuhnya.
Aipda Wardika sadar bahwa salah satu akar masalahnya ada di ketidaktahuan warga. Dia kemudian melakukan upaya dengan sosialisasi mengenai aturan tersebut.
Lambat laun berjalan, peredaran jual beli telur penyu sempat tak terdengar. Tidak ada yang menjualbelikan telur penyu lagi.
“Organisasi luar banyak yang berkunjung ke Simeulue, dan mereka apresiasi,” ucapnya.
Dia berkeliling ke desa-desa untuk sosialisasi aturan tersebut. Masyarakat sempat merasa keberatan, terutama di Desa Along dan Desa Mutiara. Sebab, kata Aipda Wardika, di sana aktivitas mengambil telur penyu cukup tinggi. Masyarakat di sana sering mengambil telur penyu.
“Ada perlawanan menolak tapi mungkin tidak dengan cara kasar. Menolak karena menghambat rezeki mereka,” tuturnya.
Meski mendapat hambatan, Aipda Wardika tak menyerah begitu saja. Dia memberi pemahaman kepada warga secara pelan-pelan.
Hingga akhirnya warga menerima dan mengerti pentingnya menjaga ekosistem laut dengan tidak mengambil telur penyu. Bahkan saat ini, di Desa Along sendiri ada tempat untuk menaruh telur penyu.
“Alhamdulillah tidak ada (jual beli telur penyu), bisa dibilang 100%,” sebutnya.
Aipda Wardika mengatakan dahulu telur penyu dijual bebas mulai harga Rp 5 ribu. Telur dijual tergantung ukuran. Ada yang menjual mentah, dan ada juga yang menjual matang.
Pada tahun 2022, dia masih menemukan warga ada yang menjual telur penyu. Mereka menjualnya secara sembunyi-sembunyi, tidak dijual di pasar seperti sebelumnya.
“Biasanya yang jual itu anak yang berangkat kuliah. Mereka bawa itu diam-diam, jual di kapal sambil mungkin berangkat. Pernah ketahuan, kita kasih tahu menyelamatkan ekosistem laut kita. Sekarang bisa dibilang 100% sudah tidak ada lagi yang jual,” jelasnya.
Dia mengaku memiliki minat yang tinggi pada isu lingkungan. Selain berupaya melestarikan penyu, dia juga menanam kembali terumbu karang.
“Kita juga gabung dengan kawan-kawan dalam kegiatan penanaman bibit terumbu karang dalam 1 tahun. Alhamdulillah sudah berhasil hampir 500 bibit dalam 1 tahun ini yang berhasil kita tanam,” pungkasnya.
(rdh/hri)