Jakarta –
Untuk keperluan penyelidikan, aparat penegak hukum bisa menyita STNK dalam kasus kecelakaan. Namun, bagaimana bila terjadi perdamaian antara pelaku dan korban? Apakah dikenakan biaya untuk mengambil STNK yang disita itu?
Hal itu menjadi pertanyaan yang diajukan pembaca detik’s Advocate. Berikut pertanyaan lengkapnya:
Mohon jawaban atas hal ini
Apabila ada kecelakaan sepeda motor dan berakhir damai (sudah ada kesepakatan damai ditandatangani di kepolisian) berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengambil STNK?
Terima kasih
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari advokat Destiya Nursahar SH. Berikut jawaban lengkapnya:
Kasus kecelakaan lalu lintas karena adanya kesengajaan maupun kelalaian termasuk tindak pidana dengan jenis delik biasa, yaitu delik yang perkaranya dapat diproses langsung oleh pihak Kepolisian tanpa memerlukan adanya laporan dari korban/pihak yang dirugikan. Dalam perkara dengan jenis delik biasa, proses hukum tetap berjalan walaupun pihak yang menjadi korban dan pelaku tindak pidana telah berdamai.
Berbeda dengan delik aduan yang mana perkaranya hanya dapat diproses apabila terdapat laporan dari korban/ pihak yang dirugikan sehingga jika proses penyidikan telah berjalan lalu terjadi perdamaian antara para pihak, korban dapat mencabut kembali laporannya yang mengakibatkan proses hukum menjadi tidak berlanjut atau dihentikan.
Dalam UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 310 ayat 1 sampai 4 dinyatakan bahwa:
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan rusaknya kendaraan/ barang, mengakibatkan korban luka ringan/ luka berat, hingga mengakibatkan korban meninggal dunia diancam dengan pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp 12.000.000 (dua belas juta Rupiah).
Kemudian dalam UU LLAJ Pasal 311 juga dinyatakan bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara/ keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dapat dipidana dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta Rupiah).
Namun walaupun merupakan jenis delik biasa, dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang tidak menimbulkan korban jiwa biasanya pihak Kepolisian dapat menggunakan diskresinya untuk mengedepankan restorative justice dengan lebih mengutamakan terjadinya perdamaian dan kesepakatan ganti rugi antara para pihak karena sanksi pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum (ultimum remedium) sehingga kasus tersebut cukup diselesaikan secara kekeluargaan dan proses hukum dihentikan seperti halnya yang terjadi dalam kasus yang anda alami.
|
Terkait dengan STNK kendaraan anda yang disita oleh pihak Kepolisian, apabila telah terjadi kesepakatan perdamaian antara para pihak maka anda berhak untuk mendapatkan kembali STNK tersebut tanpa perlu membayar sejumlah uang. Dalam Pasal 46 KUHAP dinyatakan bahwa:
“Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, apabila
a). Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b). Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c). Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.”
Sejauh ini tidak ada aturan yang menyatakan pihak yang berperkara dikenakan biaya apabila perkara dihentikan. Namun apabila anda diminta untuk membayar sejumlah uang oleh oknum di Kepolisian, maka anda dapat melaporkan oknum tersebut melalui layanan pengaduan Divisi Propam Polri karena hal tersebut merupakan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan juga pelanggaran Disiplin Polri.
Semoga membantu.
Regards,
Destiya Nursahar SH
Partner di Saksono & Suyadi Law Firm
Tentang detik’s Advocate
detik’s Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
|
Kami harap pembaca mengajukan pertanyaan dengan detail, runutan kronologi apa yang dialami. Semakin baik bila dilampirkan sejumlah alat bukti untuk mendukung permasalahan Anda.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
(asp/haf)