Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI hingga TNI menanggapi munculnya isu ada WNI yang terlibat menjadi tentara bayaran Ukraina. Isu ini berawal dari klaim pemerintah Rusia.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim 10 warga Indonesia menjadi tentara bayaran Ukraina sejak Februari 2022. Namun, klaim ini ditepis oleh pemerintah Indonesia.
Dilansir BBC, data itu menyebut sedikitnya 13.387 “tentara bayaran” telah bertolak ke Ukraina untuk bertempur demi Kyiv. Dari jumlah itu, sebanyak 5.962 di antara mereka dikonfirmasi telah tewas dibunuh.
Rusia mengeklaim Polandia merupakan negara dengan jumlah “tentara bayaran” terbesar, yaitu 2.960 orang. Lebih dari separuhnya, sekitar 1.497 orang, tewas dalam pertempuran.
Adapun Amerika Serikat adalah negara pengirim prajurit asing terbesar kedua, sekitar 1.113 orang. Setidaknya 491 orang di antara mereka telah tewas, menurut perkiraan militer Rusia, yang dikutip media Russia Today.
Dalam data tersebut, yang juga dirilis Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, sebanyak 10 warga negara Indonesia telah bergabung dengan militer Ukraina dan empat di antara mereka telah tewas ‘dihabisi’ Rusia.
Kemlu Tepis
Kemlu RI menyebut sudah mengetahui klaim yang disampaikan pemerintahan Rusia. Namun dia mengatakan pihaknya tidak pernah menerima informasi terkait hal tersebut.
“Kemlu serta KBRI Kyiv dan KBRI Moskow telah memonitor rilis Kementerian Pertahanan Rusia yang menyampaikan informasi adanya 10 WNI yg menjadi tentara bayaran di mana 4 di antaranya meninggal dunia. Hingga saat ini KBRI Kyiv dan KBRI Moskow tidak pernah menerima informasi mengenai aktivitas WNI sebagai tentara bayaran,” kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha kepada wartawan, Minggu (17/3/2024).
Judha mengatakan pihaknya tengah menelusuri dan meminta informasi resmi perihal klaim Rusia tersebut. “Perwakilan RI saat ini tengah melakukan penelusuran dan meminta informasi resmi mengenai hal ini,” ucapnya.
Sementara, juru bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal menjelaskan setiap tentara bayaran tak ada kaitan dengan negara asalnya.
“Tentara bayaran itu tidak ada kaitan dengan negara asal karena dia bekerja untuk perusahaan yang membayar dia,” kata Iqbal saat ditemui di Bandara Internasional Lombok, dilansir detikBali, Sabtu (16/3).
Menurut Iqbal, warga negara Indonesia memang cukup berpotensi menjadi tentara bayaran di beberapa negara. Namun, selama proses perang, tentara bayaran di sana sama sekali tidak mewakili pandangan dan posisi politik Indonesia.
“Tidak ada kaitannya dengan posisi politik Indonesia. Dia sebagai individu, dia berperang untuk orang yang membayar dia,” beber Iqbal.
Menurut Iqbal, tentara bayaran sudah menjadi hal lumrah di dunia internasional. Bahkan beberapa perusahaan, di antaranya di Prancis, Ukraina, dan Amerika, secara terang-terangan merekrut tentara bayaran untuk tambahan personel.
Iqbal menegaskan tentara bayaran itu bukan utusan negara asal.
“Tentara bayaran itu sudah jamak di dunia internasional. Jadi dia tidak diutus oleh negara asalnya,” kata Iqbal.
Simak selanjutnya soal respons TNI >>