Jakarta –
Sekitar setengah jam sebelum kebakaran melahap 70 rumah di RT 11, RW 3, Kelurahan Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, Heri tengah begadang bermain TikTok di kontrakannya. Heri memang kerap begadang semenjak resign dari pekerjaannya di bidang perawatan kecantikan.
Hawa di Jakarta Barat malam itu cukup panas, kata Heri, dan membuatnya hanya mengenakan celana pendek tanpa atasan. Sesaat dia mendengar orang berteriak ‘kebakaran’ di luar.
Heri awalnya acuh, namun teriakan itu terasa amat meyakinkan. Laki-laki berusia 26 tahun itu langsung keluar dan melihat kontrakan yang hanya berjarak 1,5 meter dari tempatnya tinggalnya sudah dilalap api. Heri masih ingat api mulai membesar sekitar pukul 02.30 WIB, Minggu (17/3/2024).
Tanpa berpikir panjang Heri langsung membangunkan tetangganya yang tinggal bersebelahan. Ada sekitar tiga rumah berisi sembilan orang.
“Woy kebakaran, kebakaran, bangun,” katanya menirukan sambil menggedor pintu rumah tetangganya, saat ditemui detikcom di lokasi.
Rumah mereka berdempetan dengan masing-masing luas kontrakan sekitar 3×6 meter. Rumah yang menjadi titik api dengan kontrakan Heri dan tetangganya hanya dipisahkan oleh gang sempit berukuran sekitar sekitar 1,5 meter, atau hanya muat dilewati dua motor.
Cerita Heroik Heri ‘Selamatkan’ 12 Orang di Insiden Kebakaran Palmerah Foto: Kebakaran melahap 70 rumah RT 11 RW 3 Kelurahan Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat (Taufiq S/detikcom)
|
Gang itu ada satu dari dua jalur evakuasi yang dapat diakses oleh para tetangga Heri. Namun malam itu, Heri panik karena pintu gerbang jalur evakuasi itu justru tertutup dan digembok.
Satu keluarga di rumah sebelah ujung utara dibangunkan Heri dengan digedor menggunakan tongkat. Itu adalah rumah Muliawati yang dihuni enam orang, di antaranya satu suami, satu ibu atau simbah, dan tiga orang anak.
Semua keluarga Muliawati sedang tidur lelap dan baru terbangun karena Heri menggedor pintunya. Saat bangun, Heri meminta mereka untuk membuka gembok pintu gerbang.
Heri tahu keluarga Muliawati pegang satu kunci karena paling dekat dengan pintu gerbang. Namun kepanikan justru membuat gembok itu sulit dibuka.
“Yang coba buka gembok simbah. Dia panik, jadi susah dibuka. Seharusnya itu gampang,” ujar Heri.
Pintu gerbang itu memang sengaja dibuat sebagai antisipasi sewaktu waktu ada maling berkeliaran. Gerbang itu digembok rutin sekitar pukul 24.00 WIB.
Heri ikut panik, karena dia harus segera ke rumah saudaranya yang berada di sebelah barat laut, sedangkan akses jalan tertutup. Suara genteng jatuh dari rumah yang terbakar membuat pikiran Heri semakin kalut.
“Saya sempat gemeteran,” ucap Heri.
Namun, teriakannya yang menggema di gang sempit membangunkan keluarga yang tinggal di rumah bertingkat dua sebelah Muliawati. Dia juga pegang kunci gembok, tapi gerbang akhirnya dibuka secara paksa dengan didobrak.
Saat itu, Heri sempat berlari meminta bantuan pada warga yang sedang berjaga ronda di RT 13. “Setelah dibuka, saya langsung lari ke rumah saudara saya. Mereka benar-benar masih tidur, nggak sadar kalau ada kebakaran. Saya langsung evakuasi lewat jalan yang tadi,” ungkapnya.
Di rumah saudara Heri ada tiga orang, di antaranya dua ponakan dan kakak ipar sekaligus pemilik kontrakan. Mereka yang dibangunkan berhasil dievakuasi tanpa ada korban.
Akses evakuasi di kawasan itu ada dua, timur dan barat. Pintu gerbang yang digembok berada di gang sebelah barat laut, sedangkan satunya ada di sisi timur.
“Saya nggak mikir juga yang di dalam rumah ada apa. Harta bisa dicarilah, tapi nyawa itu cuma satu,” cetusnya.
Kontrakan Heri dan tiga tetangganya ikut terbakar meski sebagian. Tapi api yang masuk ke rumahnya cukup membuat banyak barang dan atap rumah hangus. Tiga rumah lain bahkan pintunya tampak jadi arang.
Begitupun dengan rumah milik saudara Heri. Meski bangunan tiga lantai itu masih kokoh berdiri, tapi atap dan dalam rumah habis terbakar.
Heri pernah mengira kebakaran bisa saja terjadi di sana, tapi tidak pernah menyangka kebakaran besar di bakal terjadi hari itu. Dia bilang kalau di sana memang sering ada kebakaran tapi tidak besar.
“Kebakaran di sini bukan pertama kali. Saya pikir kalau nggak dibenahi, pasti bakal kejadian kayak gini,” ungkap Heri.
“Kebakaran yang kemarin saja, orang yang pertama lihat nggak langsung teriak nyari bantuan. Mungkin niatnya mau nyoba madamin sendiri, tapi ternyata nggak bisa. Pada di sekitar sini ada apar, tapi kalau sudah besar nggak ada gunanya,” tambah dia.
Hutang Budi
Muliawati terus mengatakan ‘hutang budi’ kepada Heri. Seluruh keluarga selamat dari kebakaran yang melahap 70 rumah warga.
“Gua hutang budi sama elu, Her,” kata Muliawati saat berpapasan dengan Heri, di sela wawancara.
Muliawati mengaku tak pernah tahu nasibnya seperti apa jika malam itu Heri tak membangunkan keluarga di kontrakan. Apalagi saat itu anak sulungnya sedang sakit cukup parah.
“Saya sedang tidur sama semua keluarga saya. Nggak sadar sama sekali kalau tidak dibangunin Heri. Dia nyelametin keluarga saya,” ucap Muliawati.
Muliawati dan keluarga sudah tinggal di sana sekitar 7 tahun. Dia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta.
Akibat kebakaran itu harta bendanya banyak yang hangus terbakar, misalnya kulkas, mesin cuci, baju, televisi, dan lainnya.
“Saya cuma bisa nyelametin berkas berkas penting sama barang HP. Motor juga bisa dipindahin,” ungkapnya
(azh/azh)