Jakarta –
Bau tak sedap semakin kuat menguar, seiring langkah tim Sudut Pandang detikcom memasuki ruangan tersebut. Tepat di depan pintu terali besi yang mengarat, terlihat beberapa peralatan kusam seperti golok, pipa besi, dan tabung gas. Sementara itu di samping pintu, terdapat sebuah bidang kotak berukuran sekitar 3 x 3 meter, berkedalaman setengah meter yang di atasnya ditutupi anyaman besi. Di dalam kotak, masih terlihat berserakan tumpahan nasi yang belum mengering. Oleh pemiliknya, ruangan pengap dan berbau anyir itu digunakan sebagai kandang anjing.
Di bawah temaram lampu, Agus Triyono mulai menjelaskan alat-alat apa saja yang ia gunakan saat bekerja. Dalam ruangan khusus yang berada di bagian paling belakang rumahnya, ia mengaku bahwa selain menjual daging anjing, Agus juga melayani jasa penyembelihan anjing. Dalam sehari, Agus bisa menyembelih rata-rata 20 ekor.
“Ini anjingnya di dalam sini. Kadang saya geletakkan di sini, posisinya masih di dalam karung,” ungkapnya sambil menunjukkan sebidang lantai semen kasar di depannya.
Agus pun menjelaskan bagaimana anjing-anjing itu disembelih. Ia pun menunjuk sebuah palang besi yang berada di atas kepalanya. Beberapa helai kawat menjuntai dari palang itu. Ia menyebut, kawat-kawat digunakan untuk menggantung anjing agar mati lemas dan tidak banyak melawan saat akan dipotong. Setelahnya, anjing-anjing itu dibakar diatas batu yang tertanam di lantai agar bulu-bulunya mudah dibersihkan.
Namun, Agus mengaku bahwa penyembelihan yang membuat bulu bergidik itu sudah tidak pernah lagi ia lakukan.
Sejak penangkapan truk yang mengangkut anjing terjadi di jalan tol Kalikangkung, Agus tidak lagi memperoleh stok anjing untuk disembelih. Menurutnya, kelangkaan komoditas untuk warung kulinernya bukan pertama kali ini terjadi. Kasus penangkapan supplier anjing hidup pun bukan kejadian baru bagi Agus. Namun kondisi saat ini berbeda dengan situasi yang pernah dilaluinya.
“Kalau yang sekarang kan yang menangkap langsung ditangani Polda. Lebih besar kuasanya. Kalau dulu yang menangkap dari Polres Sukoharjo. Itu tidak terlalu berpengaruh, teman-teman masih berani ambil,” akunya dalam Sudut pandang detikcom (18/3).
Bukan hanya itu, kasus penangkapan di Kalikangkung juga mendorong Pemerintah Kota Surakarta untuk bertindak. Pada 19 Februari 2024 lalu, Surat Edaran Walikota yang berisi himbauan untuk tidak mengonsumsi daging anjing akhirnya ditandatangani. Hal ini berimbas pada sulitnya memobilisasi anjing-anjing hidup untuk masuk ke wilayah Kota Solo.
Menanggapi hal ini, Mustika, Koordinator Lapangan dan Investigasi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) mengaku lega. Ia mengatakan, dirinya beserta masyarakat pendukung program DMFI sudah lama mendorong pemerintah untuk menerbitkan aturan yang jelas.
Meski surat edaran baru sudah banyak berimbas pada bisnis jual-beli daging anjing, Mustika mengaku belum selesai berjuang. Bahkan baginya, hal ini baru permulaan. Ia meyakini bahwa para pedagang juga ‘main belakang’ agar tetap bisa berjualan masakan olahan daging anjing di wilayah Solo Raya khususnya Kota Surakarta.
Menurut Mustika, praktik konsumsi daging anjing tidak dapat dibenarkan, sebab anjing bukanlah hewan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas konsumsi. Banyak hal yang membuat daging anjing tidak layak dikonsumsi. Dari proses penyembelihannya yang dilakukan secara kejam, Mustika mengatakan bahwa proses tersebut potensi transfer penyakit dari hewan ke manusia terbilang cukup tinggi.
“Mereka kalau sudah terpapar virus rabies itu tidak bisa dilihat. Dari bentuk fisik. Tapi bisa menularkan dari air liur. Air liur ini condong lebih menularnya kepada pemotong. Pengusaha. Nah dari pengusaha ini. Maukah mereka terbuka dengan masyarakat umum kalau dia terpapar? Juga tidak akan mungkin,” ungkapnya.
Mewakili Pemerintah Kota Surakarta, Eko Nugroho Isbandijarso, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan Kota Surakarta mengatakan bahwa posisi Pemkot berada di tengah-tengah antara pedagang makanan olahan daging anjing dan DMFI beserta masyarakat pendukungnya.
Eko mengatakan, sikap ini diambil karena Pemkot Surakarta masih mencari solusi bagi para pedagang bila aturan pelarangan penjualan daging anjing kelak benar-benar diterbitkan. “Kita berdiri di tengah-tengah ya. Antara kita melaksanakan apa yang menjadi harapan dari para komunitas, juga kita memberikan solusi pada para pedagang itu dengan baik.”
Ia mengaku bahwa saat ini Pemkot tengah membuat studi akademis terkait situasi yang terjadi. Ia menegaskan bahwa berbagai langkah yang dilakukan Pemkot bermuara pada pembuatan peraturan daerah tentang larangan mengonsumsi daging anjing.
“Untuk saat ini kita baru dalam membuat, rencana membuat naskah akademisnya dulu, dan nanti baru Perda,” ungkap Eko.
Agus mengaku kesulitan beralih mata pencaharian setelah puluhan tahun berkutat dengan masakan daging anjing. Demikian pula dengan ratusan rekan-rekannya di paguyuban.
Dalam kondisi yang serba tidak menguntungkan ini, Agus yang saat ini berperan sebagai ketua Paguyuban Penjual Kuliner Daging Anjing wilayah Solo Raya mengaku pasrah dengan anjuran pemerintah. Ia hanya menginginkan kejelasan dari Pemerintah Kota Surakarta agar memberikan solusi terbaik.
“Kalau memang aturan keluar dan tidak boleh, ya dikasih modal, nggak masalah. Atau diberi pelatihan, kalau itu nggak jalan, terus gimana? Kalau memang diberi pelatihan, ya mau nggak papa,” ungkap Agus.
(vys/vys)