Depok –
Alafasalya Ardnika Basya, terdakwa pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Naufal Zidan membacakan membacakan pembelaan diri dalam sidang pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Depok. Dia meminta keringanan hukuman atas pembunuhan tersebut.
Seperti diketahui, Altaf dituntut hukuman mati atas pembunuhan Naufal. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Naufal telah terbukti melakukan pembunuhan berencana yang menyebabkan hilangnya nyawa juniornya itu.
“Bahwa, kami penasihat hukum Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend dengan tegas menolak pidana mati, yang telah dijatuhkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan pada tanggal 13 Maret 2023 yang menitik beratkan Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend dengan dengan Pasal 340 KUHP padahal yang demikian belum bisa dibuktikan secara sempurna oleh Jaksa Penuntut Umum,” kata kuasa hukum Altaf, Bagus S Siregar dalam persidangan di PN Depok, Rabu (20/3/2024).
Bagus menilai JPU terlalu membabi buta dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan menyampaikan bahwa ‘tidak ada hal-hal yang meringankan terhadap Terdakwa’.
“Hal ini sangatlah keliru, karena Terdakwa sangat jelas menyesali atas perbuatannya dan juga sudah menyampaikan permintaan maaf terhadap kedua orang tua korban Muhammad Naufal Zidan (Alm) pada saat persidangan Hari Rabu, 31 Januari 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi,” kata Budi.
“(Altaf juga) berjanji akan berziarah ke makam (Alm) Muhammad Naufal Zidan, hal ini adalah sebagai dasar bahwa Terdakwa menyesali atas perbuatannya, akan tetapi hal yang demikian sama sekali diabaikan oleh Jaksa Penuntut Umum dan tetap menjatuhkan pidana mati terhadap Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend.
Kuasa hukum kemudian mengutip terori Muladi (Zainal Abidin) bahwa pemidanaan bukan suatu pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat.
“Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend semata-mata untuk pembalasan padahal teori pembalasan telah lama dianggap usang dalam sistem pemidanaan karena tujuan pemidanaan sejatinya adalah untuk memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum serta melaksanakan fungsi negara untuk memberikan perlindungan pada setiap warga negara,” bebernya.
“Hak untuk hidup dan hukuman mati akan selalu mengundang pro dan kontra. Di satu sisi, hak untuk hidup memang benar dijamin dalam konstitusi Indonesia, namun di lain sisi hak tersebut juga dapat dibatasi dengan instrumen hukum seperti undang-undang, putusan pengadilan dan konvensi internasional. Konstitusionalitas hukuman mati tersebut diperkuat oleh Putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya,” imbuhnya.
Sementara itu, kuasa hukum berpendapat bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh Altaf adalah tindakan spontanitas. Menurut kuasa hukum, Altaf melakukan pembunuhan tersebut karena rasa sakit hati atas ucapan Naufal.
“Bahwa, terjadinya perbuatan pidana tersebut bukan tanpa dasar walaupun tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar atau alasan pemaaf terhadap diri Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend adalah sebagai berikut: Bahwa adanya peristiwa tersebut bermula ketika korban Muhammad Naufal Zidan mengatakan bahwa Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend adalah anak yang tidak diurus oleh orang tuanya sehingga menimbulkan rasa sakit hati dari Terdakwa Altafasalya Ardnika Basya bin Arie Armend atas perkataan korban tersebut, padahal korban sendiri adalah sahabat dekat Terdakwa yang seharusnya tidak berkata demikian justru seharusnya memberikan semangat kepada Terdakwa atas permasalahan yang sedang dihadapinya yakni terlilit utang sebagai rasa simpati dan empati antara sesama kawan kuliah,” paparnya.
Kuasa hukum meminta agar majelis hakim memberikan keringanan hukuman kepada Altaf dengan alasan perimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa Terdakwa mengakui dan berterus terang atas perbuatannya serta tidak mempersulit jalannya persidangan;
2. Bahwa Terdakwa bersifat kooperatif untuk membantu dan membuka peristiwa tersebut;
3. Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum;
4. Bahwa Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulang perbuatannya;
5. Bahwa Terdakwa memohon maaf kepada kedua orang tua Korban MUHAMMAD NAUFAL ZIDAN dan berjanji akan berziarah ke makam korban;
6. Terdakwa masih muda (berumur 23 tahun) dan masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri;
7. Bahwa Terdakwa meminta maaf kepada kedua orang tuanya karena telah mengecewakan orang;
“Apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya,” pungkasnya.
(mei/dhn)